Agus Salim Ingin Orang Komunis Keluar
March 5, 2019Dari Non Kembali ke Kooperasi
March 5, 2019Awal Kebangkitan Eropa
Eropa mulai mengalami masa penemuan (Age of Discovery) dan masa perluasan kekuasaan (Age of Expansion) pada kisaran tahun 1450 sampai 1650. Pada masa itu peradaban di Barat secara tersendiri berkembang dengan mengadopsi unsur atau wujud-wujud budaya yang bermanfaat dari dunia Islam dan Byzanz.
Kekuatan kolonial utama Eropa pada saat itu adalah Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis. Bangsa-bangsa ini sebelumnya begitu tertinggal, sehingga baru pada tahun 1350 mereka bisa melayari laut Tengah, ujung barat di Spanyol dan ujung timur di Turki. Padahal lebih dari 1000 tahun sebelumnya orang-orang Romawi telah melakukan hal yang serupa. Dan, pada abad ke-15, bahkan orang-orang Eropa hanya mengetahui sedikit hal tentang permukaan bumi.
Peta dunia yang dibuat pada tahun 1511 oleh Vessente Maggioli masih berdasarkan pada teori bumi sebagai tanah yang sambung menyambung. Teori yang sudah usang ini diciptakan pada abad ke-2 oleh Ptolomeus, orang Yunani-Mesir. Akibat dari anggapan tentang bumi yang salah itu, Maggioli menggambarkan Amerika sebagai kelanjutan dari Asia. Ia tidak tahu bahwa beberapa benua dipisahkan oleh laut.
Di akhir abad pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan kemudian menyebabkan munculnya perubahan besar dan cepat (revolusi) di Eropa. Hal itu ditandai pula dari penemuan Nicolaus Copernicus yang membawa teori Heliosentris (helios=matahari, centrum=pusat), artinya tata surya ini berpusat pada matahari. Teori Heliosentris ini membantah teori lama yang bersifat Geosentris (geos=bumi, centrum=pusat) yang didukung dan disahkan oleh gereja sebagai salah satu ajaran resmi para penganut Katolik. Ajaran geosentris ini pada perkembangannya telah melahirkan suatu pandangan bahwa bumi ini datar seperti meja.
Bersamaan dengan masa Heliosentris bangsa-bangsa Eropa juga telah mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang geografi dan teknologi. Sebelumnya, mereka memang tertinggal selama berabad-abad lamanya oleh bangsa Romawi dan bangsa Islam. Tetapi, mereka tetap berlomba-lomba untuk mengarungi samudra meskipun belum yakin betul apakah dunia ini benar bulat seperti bola atau datar seperti meja. Mereka amat berambisi membangun wilayah-wilayah pendudukan atau koloni dimana hal ini kemudian menjadi cikal-bakal kolonialisme oleh Eropa.
Di Nusantara, pada era yang mula-mula sekali kedatangan orang Portugis diawali oleh Marcopolo, seorang Venesia yang datang sebagai (anehnya) utusan Khan, Kaisar Mongolia yang saat itu menjadi penguasa China. Salah satu catatan yang bermanfaat dari perjalanannya itu, Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat itu (1292) penduduk kota kecil Perlak di ujung utara Sumatera sudah menganut Islam. Akan tetapi, ketika orang-orang Islam baru saja memuncaki otoritasnya di Nusantara pada abad-abad sesudah kedatangan Marcopolo, kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara mulai terganggu oleh kedatangan pelaut-pelaut Portugis lain yang bersikap anti terhadap Islam. Dan, fenomena ini tentunya bukan sebuah kebetulan belaka.
Pasca keberhasilan Reconquista, Perjanjian Tordesillas yang disetujui pada 7 Juni 1494 oleh Portugis dan Spanyol secara angkuh telah membagi dunia di luar Eropa ke dalam lingkup kepentingan yang sama, yang dilakukan persis seperti membelah jeruk. Garis Tordesillas membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan melalui Kepulauan Verde di sebelah Barat benua Afrika. Ke barat untuk Spanyol dan ke timur untuk Portugis. Perjanjian diantara dua kerajaan dari Holy Roman Empire ini juga berjalan atas restu dari Paus dengan dikeluarkannya dekrit berjudul Inter caetera Devinae, “Keputusan Ilahi”.
Lalu, seiring dengan kejatuhan muslim di Andalusia dan adanya Piagam Tordesillas antara Portugis dengan Spanyol, jung-jung yang sebelumnya menguasai jalur perdagangan antara Laut Tengah dan Samudera Hindia lambat laun juga digeser oleh kapal-kapal Eropa yang memiliki kemampuan tempur lebih unggul seperti Carravel, Carrack, Galleon, Frigate, dan lainnya. Dari sini kemudian kekuatan Eropa seperti tak terbendung, hingga sekarang.
Referensi : Kronik Peralihan Nusantara, Matapadi Pressindo 2013.