Ir. Djuanda
December 24, 2019The Best Spots to Score Weed in Toronto
February 14, 2020Het Toekoe Oemar Spel
Nampaknya, Teukoe Oemar sangat terkenal pada saat itu sehingga sebuah permainan pun dibuat dengan namanya. Het Toekoe Oemar Spel, dg narasi “mengepung atau menangkap Teuku Umar”. Permainan ini pertama kali dibuat pada tahun 1898, tepat setahun sebelum gugurnya Teuku Umar. Cara bermainnya mudah, dengan dua pihak pemain.
Dengan Toekoe Oemar Spel, setiap saat Perang Aceh seperti dapat diputar ulang, bahkan dengan probabilitas yang seimbang. Anda tinggal memilih peran Teuku Umar atau tentara Belanda.
Prajurit Belanda, dengan bilah berwarna kuning sebanyak 25 buah, memiliki tugas mengepung Teuku Umar. Sedangkan, satu buah bilah hitam yang berperan sebagai Teuku Umar, dapat meloncati bilah kuning agar lolos dari kepungan. Bilah yang terloncati akan dianggap mati, sehingga setiap pemain mempunyai kesempatan untuk menang.
Dalam riwayatnya, selama kurun waktu tertentu Teuku Umar memang pernah bertempur bersama Belanda. Akan tetapi, ia kemudian menyatakan bahwa dirinya tidak terikat lagi dengan Belanda lalu berbalik untuk berperang di pihak Aceh.
Teuku Umar pergi meninggalkan barisan Belanda dengan membawa banyak uang, ratusan pucuk senjata, dan ribuan munisi. Sambil bergerilya, ia juga meminta ulama-ulama untuk terus membacakan Hikayat Perang Sabil kepada semua anak di Aceh. Baginya, kematian bukanlah akhir dari perjuangan, karena perkara yang hak sama sekali tidak boleh ditelantarkan dan pembelaannya harus terus diwariskan.
Pernah dalam saran dan pengarahannya, Snouck Hurgronje menulis bahwa untuk mematahkan perjuangan semesta di Aceh bisa dilakukan dengan cara memisah dua sumber kekuatan rakyat. Ia menyarankan agar Belanda mendekati Ulee Balang dan membuatnya menjadi rival bagi Ulama. Maksud Belanda adalah agar orang Aceh berperang melawan orang Aceh sendiri, dengan kubu antara adat melawan agama.
Namun tetap saja Belanda terkecoh. Perlawanan terhadapnya tetap menjadi-jadi. Rakyat terus memompa perjuangan meski korban sudah tak terhitung lagi jumlahnya.
Oleh Belanda, Teuku Umar disebut dan ditulis sebagai “veraad”, penghianat. Seolah Belanda lupa bahwa Teuku Umar adalah orang Aceh. Bukankah, justru sewaktu bersama Belanda sebutan itu mestinya disematkan.
Bagaimana bisa Belanda menuntut ikan agar tidak setia kepada air dan menginginkannya berada di tempat lain? Bagaimana bisa mereka menginginkan Teuku Umar agar melawan saudara sebangsanya sendiri dan merampas tanah tumpah darahnya sendiri untuk berperang di pihak Belanda? Aneh.