Rilis Buku ‘Demi Republik’, Hendi Jo Angkat Kisah Pejuang Asal Kota Bogor Harun Kabir
June 25, 2024Awal Oktober 1967, Rangers Angkatan Darat Bolivia berhasil menyudutkan posisi Che Guevara di dekat sebuah jurang. Setelah menembak salah satu bagian kakinya, mereka lantas membawa sang gerilyawan ke sebuah gedung sekolah di desa La Higuera dan menyerahkan perawatannya kepada seorang guru perempuan bernama Julia Cortez.
Saat dirawat luka-lukanya, Che banyak bertanya kepada Julia mengenai pendidikan anak-anak yang bersekolah di gedung kumuh tersebut. Ia merasa sedih dengan kondisi gedung sekolah yang katanya “tidak pedagogis” untuk belajar.
“Bagaimana mereka (maksudnya pemerintah Bolivia) tidak bisa menyediakan sekolah yang layak untuk anak-anak, sementara sehari-hari mereka bisa mengendarai mobil Mercedes” katanya.
“Situasi seperti inilah yang sedang kami lawan!”ujar Che kepada Julia.
Pagi hari 9 Oktober 1967, komandan unit Rangers mendapatkan perintah kilat dari Presiden Rene Barrientos untuk menghabisi Che. Beberapa serdadu lantas masuk ke ruangan kelas dan memberitahukan soal ini kepada Che yang hanya diam saja.
“Kenapa kamu diam saja? Apakah kamu sedang membayangkan dirimu tak mungkin mati?” tanya seorang serdadu.
“Tidak. Aku tengah membayangkan revolusi yang tidak akan pernah mati,” jawab Che dalam suara pelan namun tegas.
Entah merasa segan atau takut, hingga pukul 13.00, belum ada satupun Rangers yang berani melaksanakan perintah Jenderal Barrientos. Akhirnya mereka memutuskan membuat undian. Dadu ketidakberuntungan pun jatuh kepada Sersan Mario Teran. Begitu mafhum dirinya kebagian sial, sang sersan dengan segan memasuki ruangan kelas. Di sana dia mendapatkan Che yang terikat menatapnya tajam.
“Aku tahu kau akan membunuhku.Tembaklah aku, pengecut! Kau hanya akan membunuh seorang manusia…”katanya dalam nada yang sangat tenang.
Dengan wajah menunduk, Mario Teran lantas menarik picu senjata otomatisnya dan bermuntahananlah peluru-peluru itu…
Sementara itu…
Di sebuah rumah sederhana, tak jauh dari tempat eksekusi tersebut, Julia Cortez diam-diam menitikan air matanya begitu mendengar rentetan tembakan membahana dari arah sebuah kelas, tempat biasanya dia mengajar anak-anak miskin seperti dirinya. Perlahan, dibukanya kertas lusuh yang diam-diam diberikan Che kepadanya untuk disampaikan kepada sang istri, Alieda. Nampak sebaris pesan pendek terbaca olehnya:
“Alieda, lupakanlah aku… Segeralah menikah dan berbahagialah. Biarkan anak-anak kita belajar dengan bebas…”
(Hendi Jo)