Medhang Bhumi Mataram: Hegemoni Peradaban dan Kekuasaan Jawa Kuno Abad Ke-8 Hingga Ke-10 Masehi
December 8, 2022NASIONALISME TANPA AMNESIA
April 12, 2023Demi Republik: Perjuangan Kapten Harun Kabir, 1942-1947
Demi Republik: Perjuangan Kapten Harun Kabir, 1942-1947
Penulis: Hendi Jo
Ukuran: 14x20cm
Halaman: 230
ISBN: –
Harga: Rp98.000
Pada suatu hari di tahun1947, Mintarsih menerima sepucuk surat berbahasa Sunda dari Harun Kabir, putra semata wayangnya. Salah satu kalimat yang cukup menohok dan membuat sedih perempuan Sunda itu adalah sebaris kata-kata terakhir: “Mak, titip istri dan anak-anak saya. Saya sudah memutuskan akan membela bangsa dan negara saya sampai titik darah penghabisan…”
Mintarsih tahu, surat tersebut pasti ditulis saat putranya sedang berada di garis depan. Mungkin di sebuah hutan yang wilayah sekitarnya tengah dihujani tembakan mortir dan bom. Ya, bisa saja. Mengingat pergerakan Harun Kabir sebagai perwira zeni yang memutlakan dirinya selalu berada di wilayah yang akan dituju musuh, membumihanguskan sarana-sarana vital sebelum militer Belanda menguasainya.
Hampir dua tahun terakhir dalam hidup Harun memang kerap bergandengan dengan bahaya. Sejak menak Sunda itu memutuskan untuk melakukan “bunuh diri kelas”, bergabung dengan gerakan pembebasan tanah airnya, dan melupakan segala kenikmatan hidup jika dia bergabung dengan pemerintah yang didukung Belanda. Dia sudah menyerahkan semuanya, bahkan nyawa sekalipun, demi Republik yang dicintainya.
Tapi Harun bukanlah seorang pecinta buta dari Republik. Dia tetap mendirikan prinsip nasionalisme-nya di bawah nilai-nilai kemanusiaan. Ketika pejuang-pejuang lain mengajaknya untuk “melampiaskan semangat revolusi” dengan cara menghabisi anak-anak kecil, orang tua dan para perempuan pihak lawan, dia menolaknya. Revolusi Indonesia adalah sebuah revolusi yang bertujuan untuk menegakan keadilan dan kemanusiaan, kata Harun. Sebagai manusia, betapa jernihnya situasi hati dan pikirannya saat itu.