Serangan Umum 1 Maret 1949
March 8, 2019ALRI Meredakan Konflik Pakistan dan India
March 9, 2019Kronik Peralihan Nusantara
Sejarah juga bukan cerita yang hanya berisi imagi, atau uraian protagonis melawan antagonis. Karena, sejarah adalah universitas dimana di dalamnya terdapat fakultas-fakultas dan berbagai jurusan yang harus dibaca secara serempak, bukan dipisah-pisah”. Adanya jaringan yang tidak bisa dikesampingkan itu, pada akhirnya juga menyadarkan buku memang dibutuhkan dalam wujud naskahnya yang asli, sebuah kronik. Sebab, berbagai wilayah lain yang turut memberikan pengaruhnya terhadap Nusantara seperti Parsi, Arab, Hindustan, Cina dan Eropa, mau tidak mau juga ikut dihitung sebagai sebagai pijar yang juga menerangi panggung Nusantara.
Semenjak Jalur Sutra –yang melalui darat– ditinggalkan, Nusantara secara langung menjadi kunci pertemuan dagang dari daerah-daerah di Mediterania, Teluk Persia, Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Hal ini dimungkinkan karena Nusantara memang sudah sejak lama menjadi pemasok utama bagi kebutuhan pasar rempah-rempah yang amat dibutuhkan dunia. Di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya, Sunda, Pasai, Majapahit, hingga Malaka, Aceh, Banten dan Makassar, pelaut-pelaut dari berbagai benua datang dan berlomba-lomba mempertunjukkan reputasinya. Maka, sejak kehadiran kapal-kapal perdagangan dari Persia –Arab, Gujarat, Benggali, Cina, hingga Portugis dan Belanda; serta adanya perdagangan dan transaksi-transaksi keuangan yang tidak lagi bersifat lokal, berbagai kota pelabuhan di Nusantara bisa dipastikan telah menjadi pusat perdagangan maritim dan turut menceburkan diri ke dalam arus pertarungan global.
Melimpahnya kekayaan alam serta letak wilayah yang strategis telah menjadikan Nusantara sebagai main stage persaingan antar bangsa-bangsa Barat dan Timur. Di awal abad ke-16, daerah-daerah di Nusantara bahkan terlibat secara aktif ditengah perebutan hegemoni antara Spanyol dan Portugal melawan Belanda serta Inggris; dan telah terimbas pula oleh gerakan misioner Barat dalam menghadapi kekuatan-kekuatan Islam dimana Demak tampil sebagai poros utama dalam merespon jatuhnya Malaka.
Alhasil, ketika bukti-bukti eksistensi Nusantara di antara peradaban dan percaturan dunia semakin banyak diketemukan, hal ini serta-merta memunculkan fetakompli sudut pandang pembacaan dan penulisan tentang sejarah Nusantara. Penelusuran sejarah Nusantara sudah semestinya dilakukan secara pararel dengan penelaahan peristiwa-peristiwa bersejarah di dunia lain, yakni pola timbal-balik lokal, regional, internasional. Sebab, sejarah terbentuk dari berbagai jaringan peristiwa yang saling mempengaruhi dari masa ke masa, sambung-menyambung, dan menembus batas-batas geografi antar negara maupun bangsa.
Melalui pola timbal-balik tersebut akan terlihat susunan anasir-anasir yang secara kompleks melatari munculnya berbagai peristiwa sejarah; dimana bisa terlihat, bahwa sejarah di Nusantara bukanlah berisi kotak-kotak budaya yang berdiri sendiri dan terisolasi dari dunia luar. Letak geografis yang strategis dan kekayaan alamnya yang melimpah telah membuat kota-kota di Nusantara menjadi melting pot bagi bermacam identitas kesukuan maupun bangsa.
Gugusan pulau-pulau di Nusantara tidak bisa disebut sebagai tempat-tempat yang terpisah, saling mengasingkan, dan hidup tanpa interaksi antara satu dengan lainnya. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di Nusantara justru berperan sebagai jalan lebar untuk memperhubungkan berbagai kebudayaan dunia di sekitarnya.
Dan, melalui pecahan-pecahan situs maupun berbagai catatan yang berhasil dan semakin banyak diketemukan tentang Nusantara sekurang-kurangnya cukup apabila hanya untuk membuktikan adanya tamadun yang setanding dengan keemasan Persia, Cina, Romawi, hingga kebesaran Abassiyah dan Turki Osmani. Pada masanya dulu, leluhur orang Nusantara adalah suatu masyarakat dengan pencapaian budaya amat mengagumkan. Oleh karena itu, mustahil apabila kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu hanya menjadi penonton yang pasif menyaksikan pentas persaingan berbagai imperium dan emporium bangsa-bangsa di sekelilingnya.