Loreng Darah Mengalir
March 9, 2019KMB dan Kampung Neneknya Si Murad
March 9, 2019KRI Dewa Ruci dan Operasi Sang Saka Jaya
Ekspedisi muhibah Dewa Ruci ini bukan semata unjuk kegagahan, bukan pula unjuk keberanian dari bangsa Indonesia yang memang memiliki tradisi maritim sejak masa lampau. Namun ekspedisi ini memiliki kepentingan perjuangan dan diplomasi untuk menegakkan kedaulatan dan martabat bangsa.
Ketika bangsa-bangsa lain lebih mengenal Sukarno daripada Indonesia, maka KRI Dewa Ruci menjadi delegasi yang mampu menjelaskan kepada dunia, bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa dan negara yang berani dan bermartabat.
Ekspedisi muhibah ini bertajuk Operasi Sang Saka Jaya, yang dimulai 8 Maret 1964, dan dikomandani oleh Letkol. (L) Sumantri dan diawaki 110 ABK termasuk 78 kadet AAL. Ekspedisi pelayaran ini dilepas langsung oleh Presiden Sukarno.
Dalam lawatannya, KRI Dewa Ruci disambut meriah hampir di semua pelabuhan yang disinggahinya, menjadi duta negara. Sayangnya, di New York dalam ajang World Trade Fair, KRI Dewa Ruci dianak tirikan.
L.N. Palar ketika itu tengah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, dan ini merupakan penugasan untuk kedua kalinya. Betapa bangganya L.N. Palar menyambut KRI Dewa Ruci. “… Misi kunjungan Dewa Ruci ke New York ini mampu menggapai apa yang telah menjadi upaya diplomasi Republik Indonesia selama sepuluh tahun terakhir….”, ungkap Palar.
Namun, kebanggan ini juga sempat diikuti rasa kecewa L.N. Palar, sebagaimana yang diungkapkan oleh Cornelis Kowaas, seorang anak buah kapal (ABK) dan juru kamera yang juga mendokumentasikan perjalanan muhibah KRI Dewa Ruci ketika itu. “Saya ingat waktu tiba di New York, kapal kami, KRI Dewa Ruci disuruh parkir di ‘lubang tikus’ (Pier – dermaga yang menjorok ke laut). Pak Palar bersama istrinya ikut naik di atas kapal. Begitu sampai di atas kapal, Pak Palar tampak kecewa dan langsung mengajukan protes resmi kepada panitia Operation Sail.”
Keesokan harinya, tanggal 16 Juli, KRI Dewa Ruci dipindahkan ke Pier 34 di Manhattan. Palar juga menyampaikan nota protes; semestinya KRI Dewa Ruci mendapatkan juara pertama karena menjadi kapal layar terakhir yang menyerah kepada alam yang tidak mengembuskan angin sama sekali. Tapi KRI Dewa Ruci tidak mendapat apa-apa kecuali urutan keempat.
Meski mengecewakan, ketika dalam parade tumbuh lagi kebanggaan baru, korps musik awak kapal KRI Dewa Ruci justru mendapat perhatian besar dari warga Broadway yang menyaksikan hingga acara berakhir. Hingga ada seorang perempuan tua warga setempat berkata; “Ya Tuhan, mereka berbaris bak dewa-dewa saja….”.
Artikel ini diadaptasi dari buku L.N. Palar, Diplomat Legendaris Indonesia.