Jepang, Sang Ekspasionis dan Restorasi Meiji
October 9, 2015Banteng Raiders I dalam Penumpasan PRRI
Tidak berselang lama setelah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) resmi diumumkan, bertempat di markas Staf Umum Angkatan Darat (SUAD), sebuah Komando Operasi Gabungan (Task Force) dibentuk. Kelak, oleh komando operasi ini, kegiatan serta organisasi PRRI dihancurkan. Task Force yang resmi dibentuk pada 15 Februari 1958 tersebut diberi nama “TEGAS”.
Komando Operasi yang dibentuk oleh gabungan kepala staf ini merupakan komando pertempuran expedisionir langsung di bawah perintah Kepala Staf Angkatan Darat, dengan daerah operasi meliputi wilayah Sumatera Tengah. Adapun komandan Operasi Tegas saat itu di pegang Letnan Kolonel (Inf) Kaharudin Nasution, Wakil Komandan I Letkol (Udara) Wirijadinata, dan Wakil Komandan II Mayor (Laut) Indra Soebagio.
Turut serta dalam operasi gabungan ini adalah pasukan Banteng Raiders I (BR I), Kodam IV/ Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Ketika itu BR dipimpin oleh Mayor Ciptono Setiabudi, dengan kekuatan Kompi A, B, C, dan D. Kompi A dipimpin oleh Letnan Satu Romly, Kompi B oleh Letnan Maniso, Kompi C oleh Letnan Dua Basiran dan Kompi D oleh Letnan Dua Subari.
Aksi pasukan Banteng Raider I segera dimulai. Tanggal 11 Maret 1958 malam, sebuah perintah dikeluarkan pimpinan pasukan kepada semua komandan peleton. “Besok pagi tanggal 12 Maret 1958 pukul 05.00, kita sudah siap menuju Lapangan Udara Kidjang. Sekarang pukul 12 malam waktu Sumatera Utara, mari kita cocokkan jam. Sampai besok kita berjumpa lagi,” perintah Mayor Ciptono Setiabudi.
Hanya lima jam, waktu yang cukup singkat untuk para prajurit bersiap diri sebelum terjun di medan pertempuran. Selain itu, Mayor Ciptono juga mewajibkan kepada anggota pasukannya untuk membawa perlengkapan tambahan yang akan dibutuhkan nantinya. Perlengkapan selain senjata adalah ransel yang berisikan peluru garis pertama, pakaian dalam dua stel, peralatan MCK seperlunya, serta dua kilogram beras. Rencananya, mereka akan diangkut menggunakan pesawat Dakota.
Akhirnya, pada 12 Maret 1958, pasukan BR I berhasil memasuki Kota Pekanbaru tanpa perlawanan. Saat itu, pasukan PRRI tidak berdaya menghadapi gempuran pasukan gabungan dari Angakatan Perang Republik Indonesia (APRI). Banyak dari mereka yang kemudian menyerah atau melarikan diri ke luar kota.
Menurut intelijen, pasukan PRRI yang mempertahankan Pekanbaru hanya berkekuatan hampir empat kompi. Sebenarnya hal tersebut cukup konyol. Karena sebelum penyerbuan pasukan APRI, dini hari, pasukan PRRI memperoleh bantuan senjata dari subversif asing. Senjata tersebut tidak main-main. Bisa dibilang senjata-senjata tersebut jauh lebih modern, dan beberapa di antaranya belum dimiliki oleh satuan-satuan APRI. Rupanya kekuatan PRRI yang bersenjata lebih modern ini tidak didukung oleh moril pasukan yang memadai. Meski demikian, di beberapa tempat, pasukan Banteng Raider I menghadapi pertempuran yang cukup seru.
Pertempuran Sungai Pagar
Upaya menghancurkan pasukan PRRI terus berlangsung, dan telah berjalan hampir satu bulan. Namun perlawanan mereka masih cukup hebat di beberapa wilayah. Seperti dialami pasukan BR I.
Saat itu tanggal 21 Maret 1958, pergerakan pasukan BR I sempat terhenti gara-gara keberadaan Sungai Kampar Kanan yang ada di depan mereka. Jika tetap melanjutkan perjalanan dengan berenang, jelas itu keputusan yang berisiko tinggi. Karena, selain perbekalan pasukan yang cukup banyak, juga kemungkinan dipergoki musuh cukup besar. Selain itu, yang patut diketahui oleh anggota BR I, Sungai Kampar Kanan tersebut mempunyai lebar lebih kurang 100 meter.
Untuk melakukan penyeberangan, pasukan BR I dibantu penduduk setempat dengan menaiki rakit. Penyeberangan dilakukan pukul 03.00 dini hari, dengan Kompi B sebagai pasukan kawal depan.
Setelahnya, mereka kemudian bergerak menuju Desa Sungai Pagar. Sekitar pukul 10.00 pagi, pasukan sudah tiba di pinggiran desa. Pasukan BR I menduga, masih ada sisa pasukan PRRI yang bertahan di desa tersebut. Posisi desa yang cukup aman, karena terlindungi oleh sungai dan satu-satunya akses masuk harus melewati jembatan, memungkinkan pasukan musuh bersembunyi di wilayah tersebut. Selain itu, dicurigai bahwa mereka menyaru sebagai warga setempat.
Guna mencari tahu apakah pasukan PRRI berlindung di desa, maka satu regu pimpinan Kopral Suprapto mencoba mengintai dari jembatan. Benar saja. Ada aktivitas lawan di dalam desa, mereka sedang menyusun pertahanan di Sungai Pagar. Dengan langkah pasti dan gagah berani, Kopral Suprapto beserta anak buahnya langsung bergerak. Belum sampai di ujung jembatan, mereka sudah disambut rentetan tembakan dari pasukan PRRI. Akibatnya, seorang anggota BR I terluka. Pasukan Kopral Suprapto pun akhirnya hanya bisa bertahan di sisi lain jembatan.
Mendapat kabar anak buahnya dalam posisi tidak menguntungkan, dengan satu korban jatuh di pihak mereka, akhirnya Komandan Kompi B Banteng Raider I segera mengirim regu bantuan. Tim tersebut akan menyerang posisi musuh dengan gerak melambung. Namun manuver sempat terhambat karena harus melewati medan berupa rawa-rawa. Meski demikian, akhirnya mereka berhasil mendekat tanpa diketahui pasukan PRRI.
Sambil berlindung di tanggul pinggir rawa, pasukan BR I melakukan serangan mendadak. Mereka menghujani setiap posisi pasukan lawan berada. Sekali lagi, seperti yang terjadi dalam penyerbuan sebelumnya, pasukan PRRI panik dan lari kocar-kacir tanpa melakukan tembakan balasan. Setelah berhasil memukul mundur kekuatan lawan, akhirnya pasukan Kompi B Banteng Raiders I berhasil menguasai Desa Sungai Pagar.
Ketika dilakukan penyisiran, untuk mengantisipasi masih adanya tentara PRRI yang bersembunyi, anggota Kompi B menemukan amunisi yang ditinggal dalam jumlah sangat banyak. Setelah penyisiran usai, Desa Sungai Pagar akhirnya dinyatakan bersih dari musuh.
Selanjutnya, peleton angkutan dan perbekalan masuk dengan membawa suplai amunisi serta mendatangkan kendaraan – kendaraan personel, di antaranya adalah jenis jip dan truk. Tak mau kehilangan buruan mereka, anggota pasukan BR I melanjutkan pengejaran ke wilayah yang sebelumnya sudah diperkirakan, ke Lipat Kain.
Pengejaran ke Lipat Kain
Keadaan alam yang buruk masih tetap menemani anggota Banteng Raider I selama pengejaran ke Lipat Kain. Bahkan bisa dikatakan jauh lebih sulit dari medan sebelumnya. Untuk menuju ke wilayah Lipat Kain, rombongan Banteng Raider I harus melewati jalanan rusak serta berkelok, beruntung sopir mereka sangat gesit.
Meski sopir pasukan BR I ini cukup gesit, tidak lantas menghilangkan kewaspadaan dari prajurit yang ada di bak belakang. Apalagi sepanjang jalan yang mereka lalui berupa hutan lebat serta rawa-rawa, tentu sangat memungkinkan pihak musuh ada di sekitar situ. Karena kondisi yang demikian sangat cocok untuk melakukan penghadangan sekaligus penyergapan bagi konvoi kendaraan. Dan, kalaupun benar-benar terjadi, anggota BR I kemungkinan hanya bisa bertahan di pinggir rawa.
Sudah berjam-jam pasukan ini bergerak tetapi lawan tak kunjung terlihat juga. Namun, sesuatu yang tidak diduga muncul di depan rombongan truk pasukan Banteng Raider. Satu truk berisi penuh pasukan PRRI. Tepat di sebuah tikungan yang tertutup rimbunan pohon, kedua rombongan itu berpapasan.
Situasi menjadi sangat tegang. Masing-masing anggota di dua pihak yang berperang pun saling mengarahkan moncong senjata mereka. Tak hanya itu, teriakan-teriakan untuk menyerah juga terdengar dari pasukan Raider. Sudah jelas, perintah tersebut tidak bakal mempan. Malah membuat pasukan PRRI semakin bingung dan tampak akan menarik pelatuk senapan mereka.
Setelah peringatan agar menyerah tak digubris, malah sempat menembaki sopir truk pasukan Raider, akhirnya personel BR I ambil keputusan. Mereka terpaksa mengguyur anggota PRRI dengan tembakan dari senapan mesin jenis Bren. Pasukan PRRI pun tak sempat membalas, karena anggota Raider lainnya segera menghujani tembakan dari senapan yang mereka bawa. Akibatnya, 15 orang anggota PRRI di dalam truk menemui ajalnya, dan senjata-senjata mereka berhasil dirampas pasukan BR I.
Berdasar investigasi yang dilakukan anggota Raider, sebenarnya kelimabelas pasukan PRRI tersebut ditugasi memperkuat pertahanan mereka di Desa Sungai Pagar. Karena rekan-rekan mereka bisa dipukul mundur pasukan Raider. Namun, begitu malang nasib mereka. Mereka harus kehilangan nyawa dahulu gara-gara berpapasan dengan rombongan pasukan Banteng Raider dalam perjalanan.