
Banteng Raiders I dalam Operasi Penumpasan PRRI
October 9, 2015
Kriptologi (Ilmu Persandian) Dunia Intelijen
October 9, 2015Jepang, Sang Ekspasionis dan Restorasi Meiji
Setelah berabad-abad dikekang oleh sistem feodal yang begitu tertutup dan kolot, akhirnya pada tahun 1868, Kekaisaran Jepang membuka diri terhadap dunia luar. Sejak saat itu, Jepang dengan cepat berhasil menyejajarkan diri dengan negara-negara Barat. Restorasi Meiji yang berlangsung pada tahun tersebut telah memacu Jepang untuk melakukan modernisasi, khususnya teknologi dan industri.
Namun, modernisasi di kedua bidang ini rupanya tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimiliki Jepang. Menyadari bahwa jumlah sumber daya yang dimiliki sangat terbatas, baik alam dan manusia, Jepang akhirnya melakukan eksplorasi ke beberapa wilayah yang menyediakan bahan baku industri sangat melimpah. Tak hanya itu, Jepang sekaligus mencari daerah tujuan pemasaran produk yang mereka buat. Tentu hal ini sudah merupakan bagian dari hukum dalam ilmu ekonomi, di mana ada produksi, distribusi, serta konsumsi. Uniknya, Jepang melakukan ketiga hal tersebut dari dan untuk wilayah yang mereka eksplorasi. Jika muncul penolakan, tak jarang Jepang melakukan pemaksaan kepada rakyat setempat, bahkan dengan ancaman senjata. Salah satu contoh adalah aneksasi ke Cina.
Pada 1894, Jepang melakukan hal tersebut ke dua daerah yang masuk wilayah Cina, Korea dan Manchuria. Kebetulan, Rusia berpangkalan di Cina dan mempunyai hak istimewa atas Port Arthur di Manchuria. Karena Jepang merasa lebih berhak atas Port Arthur dan melihatnya sebagai pelabuhan strategis, maka kemudian Jepang melakukan penyerbuan. Saat itu, Cina yang jauh tertinggal dari Jepang, baik dalam hal perekonomian maupun teknologi-industri, apalagi untuk urusan peralatan militer seperti kapal perang dan persenjataan lain, tidak mampu meladeni Jepang di medan pertempuran.
Alhasil, mudah menebak pemenang dalam perang yang tidak imbang ini. Akibatnya, Cina terpaksa menyerahkan Korea, Pulau Formosa (Taiwan), dan Port Arthur di Manchuria kepada Jepang. Rupa-rupanya kemenangan yang gemilang ini merangsang Jepang melakukan perluasan kekuasaan dan pengaruhnya ke wilayah lain.
- Pendaratan Pasukan Jepang pada 12 Juni 1894. Sumber : sinojapanesewar.com/cause.html
Port Arthur merupakan korban pertama keganasan mesin perang modern milik Jepang ketika untuk kali pertama menjadi negara ekspansif setelah Restorasi Meiji. Di manapun, pelabuhan merupakan tempat yang sangat vital, dan selalu dibutuhkan sebagai pemberhentian berbagai kapal. Di tempat ini, kapal melakukan berbagai macam aktivitas, seperti bongkar muat barang, penumpang, mengisi bahan bakar, sekadar tempat transit kapal kemudian melanjutkan perjalanan lagi, bahkan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli.
Ringkasnya, semua kegiatan bernilai ekonomis terjadi di pelabuhan tersebut. Port Arthur yang terletak di salah satu semenanjung Cina, merupakan sebuah pelabuhan yang sangat penting dan strategis, baik dari sisi militer maupun ekonomi. Dari sisi militer, pelabuhan ini cukup menjorok ke dalam dan terlindungi oleh semenanjung, menjadikan tempat ini sulit terlacak musuh dari arah laut.
Selain itu, dua semenanjung yang ada bisa menjadi semacam benteng alam. Sementara letak Port Arthur yang tepat di tengah-tengah Asia dan Eropa, sebelah utara Rusia, sebelah timur Korea dan juga Jepang, menjadikan pelabuhan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Port Arthur merupakan kawasan strategis yang menghubungkan jalur-jalur perdagangan antara Eropa dan negara-negara di Asia terutama bagian timur.
Dengan letak yang demikian itu, tidak heran jika kemudian banyak negara melirik pelabuhan tersebut, dalam hal ini yang paling agresif adalah Jepang. Ada pemahaman yang berkembang di kalangan militeris Jepang yang menganggap penggabungan wilayah Formosa dengan Jepang adalah mutlak, karena pulau tersebut merupakan batu loncatan bagi perluasan “Kawasan Jepang Raya”.[1]
Selain itu, sebagai syarat untuk mencapai “Kawasan Jepang Raya”, Jepang haruslah menguasai Port Arthur. Karena dari pangkalan ini Jepang dapat pula menguasai Cina maupun Korea. Sebaliknya, jika Port Arthur jatuh ke tangan negara lain, maka nasib Jepang akan terancam dan dikepung oleh negara-negara Barat yang juga berniat menguasai daerah pemasaran industri mereka.
- Letak Port Arthur dalam peta. Perhatikan juga sistem pertahanan yang dibangun mengelilingi pelabuhan. (Sumber: sinojapanesewar.com/Map_of_Port_Arthur2.jpg).
Tahun 1895, setelah terjadi pertempuran tidak imbang antara Jepang dan Cina, yang dimenangkan Jepang, akhirnya digelar Perundingan Shimonoseki yang berlangsung antara 20 Maret hingga 17 April. Dalam perundingan ini, Jepang diwakili Ito Hirobumi sedangkan Li Hongzhang mewakili Dinasti Qing, Cina.
Hasil dari perundingan tersebut diputuskan bahwa Cina diwajibkan membayar ganti rugi 200 juta kùpíng tail emas (sekitar 300 juta yen), serta menyerahkan Korea, Pulau Formosa, dan Port Arthur kepada Jepang. Menang dalam pertempuran tidak berarti membuat Jepang menang dalam sisi politik. Tidak lama setelah berhasil menguasai Port Arthur, Rusia, Jerman, dan Prancis mendesak Jepang untuk mengembalikan Port Arthur di Semenanjung Liaodong kepada Cina.
Meski berat hati, akhirnya Jepang menyetujui usulan ketiga negara tersebut. Namun selang beberapa tahun setelah pernyataan sikap Jepang yang sanggup menyerahkan Port Arthur, kekuatan militer Rusia ternyata sudah menduduki Semenanjung Liaodong, Rusia mendapat hak dari Cina untuk menguasai pelabuhan tersebut.
Merasa “dikhianati” dengan tindakan Rusia yang kurang konsisten dengan hasil Perjanjian Shimonoseki 1895 tersebut, Jepang akhirnya melayangkan ultimatum pada akhir tahun 1903, dan pada bulan Februari 1904 Jepang memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia. Dua hari berselang, di bawah komando Laksamana Heihachiro Togo, Jepang meluncurkan torpedo-torpedo dari kapal-kapal perangnya ke arah kapal Rusia yang tengah bersandar di pelabuhan.
Akibatnya, beberapa kapal milik Rusia rusak parah. Inilah salah satu aksi pendadakan Jepang, yang kemudian pada pertempuran-pertempuran berikutnya menjadi sebuah kebiasaan. Sering kali tanpa didahului perundingan dengan negara yang bersangkutan, tiba-tiba Jepang mendeklarasikan perang melalui sebuah penyerangan mendadak. Dan memang terbukti dengan serangan mendadak tersebut, pihak lawan mengalami shock yang luar biasa.
- Akibat serangan yang dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang ini setidaknya 7 kapal perang Rusia rusak dan hancur. Sumber : pictureshistory.blogspot.com
Pengepungan terhadap posisi Rusia di Port Arthur berlanjut hingga pagi hari. Sembari melanjutkan bombardir dari kapal, Jepang terus memaksa Angkatan Laut Rusia keluar dari pelabuhan. Karena gempuran dari laut tetap tidak berbuah hasil, maka kemudian Jepang menurunkan pasukannya untuk menggempur Rusia dari arah darat. Mereka bergerak dari Korea, kemudian ke Manchuria. Strategi menyerang dari darat ini tampaknya cukup efektif untuk memperlemah kedudukan Rusia di Manchuria. Meski dalam serangan darat ini banyak korban jatuh di pihak Jepang, namun tidak sampai mengendurkan semangat untuk merebut Port Arthur. Pada 2 Januari 1905, Port Arthur jatuh ke tangan Jepang.
- Tentara Rusia yang terluka dan tertangkap oleh tentara Jepang. Sumber : pictureshistory.blogspot.com/2009/09/russian-japanese-war-1904-rise-of-japan.html.
Rusia yang kalah, tinggal berharap pada Armada Laut Baltik pimpinan Laksamana Zinovy Rozhestvensky. Namun malang bagi Rusia, ketika Port Arthur jatuh, armada kapal perang Rusia itu masih berlayar menuju lokasi peperangan di Timur Jauh sehingga ketika mereka sampai Selat Tsushima adu senjata dengan AL Jepang tak terhindarkan. Dan, dalam pertempuran yang berlangsung antara 27 sampai 28 Mei 1905 ini Armada Baltik Rusia dihancurkan dan hanya tiga kapal saja yang selamat dan melarikan diri ke Vladivostok.
Berakhirnya perang kapal di Selat Tsushima, menjadi penanda bahwa Rusia kalah dan harus menandatangani perjanjian perdamaian dengan Jepang. Penandatanganan perjanjian antara Rusia dan Jepang ini dilakukan di Portsmouth, Inggris, dengan penengah Presiden Theodore Roosevelt dari Amerika Serikat. Selanjutnya, isi perjanjian tersebut di antaranya Rusia diwajibkan mengganti kerugian perang dan menyerahkan Port Arthur, serta seluruh kepulauan Shakalin kepada Jepang.
Kemenangan Jepang atas Rusia ini sangat berpengaruh pada dunia internasional. Bukan saja berimbas pada harga diri Rusia yang semakin menurun, namun juga sebagai pelecut semangat tersendiri bagi banyak negara di Asia karena untuk pertama kalinya selama berabad-abad sebuah kekuatan Asia mampu mengalahkan kekuatan Barat.
Kemunculan Jepang sebagai kekuatan baru ini akhirnya menempatkannya pada posisi “Great of Powers”, sampai pasca Perang Dunia I posisi Jepang ada dalam “The Big Five”, yaitu negara-negara besar pemenang perang. Keadaan ini rupanya membuat posisi kaum militeris semakin terangkat. Dan, keadaan ini terus berlanjut hingga orang-orang militer bisa menguasai parlemen dan memegang kebijakan pemerintahan Jepang. Semangat ekspansi Jepang kian menjadi-jadi setelah kaum militer memegang kekuasaan.
Cita-cita mereka pun tak hanya sebatas membangun “Kawasan Jepang Raya”, seperti diangan-angankan sebelumnya. Impian mereka lambat laun tumbuh, berkembang, tak hanya menguasai pulau Formosa, Korea, dan sebagian Cina, tapi juga ke negara-negara Asia bagian selatan dan tenggara.
Catatan-catatan ;
Sebagian tulisan ini bisa dibaca di buku Perang Laut Jawa (2011)