Resimen Pelopor dan Senapan Legendaris AR-15
May 16, 2017Pesantren, Kebangkitan dan Perjuangan
May 17, 2017Nusantara dan Tingginya Peradaba
Tergalinya situs-situs semacam Borobudur, Prambanan ataupun yang lainnya, telah memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang besar bagi masa lalu negeri ini. Setidaknya atas keberadaan situs-situs tersebut juga mencerminkan kualitas masyarakat yang dulu membangunnya. Sebagaimana bangsa bangsa Eropa juga mengenang sisa sisa peradaban dan kejayaan mereka di masa lampau.
Berapa orang pekerja yang dikerahkan untuk membangun Borobudur atau Prambanan. Seperti apakah kecanggihan teknologi yang dulu dimiliki hingga mampu mendirikan bangunan-bangunan yang berbahan baku ribuan ton bebatuan?! Lalu, berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan segala macam infrastruktur, dan bagaimana pula tata pengaturan logistiknya. Belum lagi soal kapasitas aparatur negara yang ketika itu berhasil menjamin ketertiban negeri disela-sela berjalannya mega proyek tersebut.
Tak ketinggalan pula, seberapa metropolitannya daerah pesisir? apabila di pedalaman saja terdapat bangunan semegah Borobudur atau Prambanan. Termasuk seberapa hebat sistem sosial ada sehingga sanggup bertahan dan menghasilkan berbagai produk budaya yang bahkan peninggalannya masih bisa disaksikan setelah satu milenium berlalu.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, meskipun agak sulit dijawab dan dikorek penjelasannya, setidaknya telah membawa siapapun untuk menginsyafi bahwa leluhur orang Indonesia memang pernah mengalami masa yang gemilang.
Situs-situs kolosal semacam Borobudur dan Prambanan tentunya merupakan produk budaya yang hanya bisa dihasilkan oleh masyarakat dengan tingkat kemapanan tinggi di berbagai bidang. Oleh karena itu, tidak pula dapat disangkal, kawasan yang juga dikenal bernama Nusantara ini tentunya merupakan daerah yang dulu sarat dengan keunggulan dan kejayaan.
Lalu, kita ‘dijebak’ dalam jawaban dari pemikiran-pemikiran yang terkesan ajaib nan mustahil. Seolah olah memang bangsa ini pemuja dan penganut kehidupan yang serba irasional, mistik. Kemegahan dari kejayaan masa lalu disebutnya sebagai sesuatu yang ajaib, mukjizat. Terutama dalam kacamata mereka yang kadung menilai peradaban Nusantara adalah sesuatu yang bersifat inferior.
Ada kecenderung menaruh ego bangsa-bangsa Eropa sebagai subyek dan memandang “sang lain” (the others), penduduk pribumi sebagai objek. Reposisi sedemikian itu sekaligus menempatkan Belanda, misalnya, sebagai poros dan “sang lain” sebagai periferi.
Akibatnya, dunia di luar mereka (Eropa), secara stereotip dilukiskan sebagai suatu wilayah yang penuh dengan keindahan yang berbahaya, hutan belantara penuh dengan monster dan ular, laut tanpa dasar serta daerah yang dihuni oleh para kafir yang tidak bisa dipercaya.
Dari mana, sejak kapan, dan bagaimana mata rantai peradaban itu awalnya tersusun. Apa yang menyebabkan dinasti-dinasti di Nusantara bisa naik sedemikian tinggi, lalu pudar, dan seakan lepas begitu saja dari ingatan dunia.
Tentang tulisan yang terkait juga bisa dibaca di buku Kronik Nusantara.