Nusantara dan Tingginya Peradaban
May 17, 2017Long March Ribuan Saija dan Adinda
May 17, 2017Pesantren, Kebangkitan dan Perjuangan
Salah satu upaya pemerintah kolonial Belanda untuk tetap mencengkeramkan kaki kaki kekuasaannya di wilayah jajahannya, salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan yang dianggap sebagai ungkapan terimakasih dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, inilah yang kelak dikenal sebagai politik balas budi atau Politik Etis.
Beberapa pendapat mengatakan jika pada era ini adalah titik titik kebangkitan kesadaran kalangan pribumi, dan pada masa masa ini juga muncul tokoh tokoh pergerakan. Selain itu, pada masa masa ini pemerintah kolonial juga menyebutnya sebagai zaman kemajuan. Hal ini ditandai dengan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah jajahannya.
Namun jauh sebelum penerapan Politik Etis itu, dalam dunia pendidikan, sebagian rakyat telah mengenal dan mendirikan lembaga pendidikan yang berbasis pada pengetahuan tentang agama, pesantren. Meskipun pada masa masa awal, hanya fokus pada pendidikan dan pengajaran tentang agama khususnya Islam, namun pada perkembangannya lembaga ini juga mengikuti dinamika yang terjadi saat itu, khususnya tentang pendidikan.
Bahkan ketika itu beberapa pesantren tidak hanya memberi pengetahuan tentang agama Islam saja, tetapi menambahkan pengetahuan umum dalam kurikulumnya. Dengan demikian lulusan pesantren diharapkan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Pada masa-masa itu, di pesantren, karisma seorang kiai yang besar, pada umumnya dapat menarik para pemuda untuk masuk sebagai santri ke dalam pesantren. Kelak ketika selesai belajar, para santri akan menyebarkan kemasyhuran pesantren dan semangat keagamaan, dan bahkan gagasan politik subversif ke segala penjuru.
Pada perkembangan selanjutnya, pesantren juga menjadi arena pendidikan politik bagi partai politik tertentu. Dalam hal ini, para santri sering melakukan diskusi dan membahas masalah imperialisme, kapitalisme, politik nonkoperasi, dan sebagainya.
Meskipun lulusan pesantren kebanyakan menjadi guru agama di desa atau kampung dan jelas mempunyai semangat keagamaan yang tinggi.Para lulusan pesantren yang kembali ke masyarakat, lebih sering merasakan tekanan-tekanan dari pemerintah kolonial, karena otoritas keagamaan yang dimiliki dicurigai dapat digunakan untuk menggerakkan massa.
Salah seorang tokoh yang berasal dari lingkungan pesantren, Wachid Hasyim, yang juga menjadi pengurus organisasi NU (Nahdlatul Ulama). Juga aktif di dunia politik dengan bergabung dalam Masyumi sebagai Ketua Muda. Ketika masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan, Wachid Hasyim bergabung dengan militer, dan menjabat sebagai komandan Kompi II dalam Batalyon Munasir.
Selain itu, laskar laskar perjuangan juga muncul dari kalangan pesantren dan kelak tergabung dalam Hizbullah. Bahkan beberapa perwira jebolan PETA kebanyakan juga pernah mengenyam pendidikan di pesantren.
Hal ini menandakan bahwa kebangkitan tentang kesadaran bukan saja dikarenakan politik etis, tetapi lembaga lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, juga mampu menciptakan lulusan yang cerdas, kritis dan militan.
Bahkan ketika terlibat dalam pertempuran, mereka pun dengan berani maju ke front terdepan bertempur bertaruh nyawa.
Referensi : buku Perjuangan Laskar Hizbullah, naskah buku Revolusi di Jawa Timur, buku Tradisi Pesantren, Muslim Kelas Menengah Indonesia Dalam Mencari Identitas.