Seabad Hidup dalam Tiga Perang
December 6, 2021Jejak Pesona Pak Tjokro
December 30, 2021Ibu Pendidik, Seruan Rahmah El-Yunusiyyah Tak Lekang Zaman
Sepenuh syahdu, Ibu Pendidikan Indonesia Rahmah El-Yunusiyyah (1956) menguntai bait Muhammad Hafizah Ibrahim. Dari relung jiwa, syair gubahan pujangga Mesir pun mengalun:
Kaum ibu gudang pendidikan/
Bila benar-benar disiapkan/
Sesungguhnya akan menyiapkan bangsa/
Yang berbudi tinggi dan bahagia/
Betapa haru Rahmah El-Yunusiyyah. Mungkin air matanya tertahan di pelupuk. Hatinya membuncah. Sungguh, telah berpuluh-puluh tahun, ia berjuang. Ia melanjutkan syair:
Kaum ibu adalah guru/
Bagi segala guru yang terdahulu/
Kesan-kesan pendidikan mereka/
Kekal menurut peredaran masa/
Apa pun teori parenting era kini membingkai pendidikan anak dan peran ayah, seorang ibu tetaplah utama. Tak keliru jika orangtua, baik ayah maupun ibu, bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak. Namun, posisi dan peran ibu takkan tergantikan.
Betapa penuh makna kata ibu bersua “umm” dalam Bahasa Arab. Ibnu Faris dalam Maqayis al-Lughah menerangkan makna etimologis dari kata tersebut di antaranya adalah al-ashl dan ad-din. Al-Ashl berarti sumber, induk, pokok, atau pusat. Selain agama, ad-din bisa berarti ajaran, panutan.
Erich Fromm pun bermetafor liris dalam The Art of Loving (1962), “Ibu adalah rumah dari mana manusia datang. Ibu adalah alam, tanah, lautan.” Syair yang terucap dari lisan Rahmah El-Yunusiyyah itu telah merasuk di benak kita, “Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.” Sebagai sekolah pertama, seorang ibu perlu dipersiapkan secara baik. Mempersiapkan seorang ibu berarti juga mempersiapkan generasi terbaik. Penelitian-penelitian mutakhir dari khazanah Barat pun tak memungkiri hal tersebut.
Secara emosional, seorang anak dan ibu lebih rekat. Sejak dalam kandungan sampai menyusui, anak takkan terlepas dari kehangatan ibu. Sosok ibu niscaya dikenang pada periode ini agar seorang anak tak alpa berbakti. Masa ini juga sebagai tanda kewajiban seorang ibu mulai mendidik anaknya sebagai wujud berbakti kepada Sang Pencipta.
Sepanjang hayatnya, Rahmah El-Yunusiyyah memang berfokus mendidik perempuan. Tokoh pendidikan modern Indonesia ini mendirikan Perguruan Diniyyah Puteri di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 1 November 1923. Tak sekadar soal persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam dunia pendidikan, ia menempa dan menyemai perempuan sebagai “Iboe Pendidik”. Tujuan yang digariskannya ini memiliki makna mendalam sekaligus luas.
Perempuan adalah tiang negara memang benar adanya, namun negara sulit tegak jika tak memiliki generasi yang kuat lahir dan batinnya. Upaya melahirkan generasi ini tak sembarang berada di pundak perempuan. Hanya perempuan yang cakap mendidik generasi yang benar-benar sebagai tiang negara.
Dalam konsep Rahmah El-Yunusiyyah, Ibu Pendidik mencakup perempuan dalam lingkup keluarga, lembaga pendidikan formal, dan masyarakat. Dalam uraian Yesi Sunalfia Dewi Z (2021), peran perempuan sebagai Ibu Pendidik bagi anak ini memang sangatlah penting. Di sekolah, guru perempuan pun harus sebagai Ibu Pendidik. Tak hanya piawai mengajar, tetapi juga membentuk dan menyemai karakter siswa. Di tengah masyarakat, perempuan sebagai Ibu Pendidik setidaknya mampu menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat di sekelilingnya.
Bahkan, Rahmah El-Yunusiyyah menegaskan bahwa ilmu jiwa dan ilmu mendidik tak semata urusan guru di sekolah. Ibu di rumah tangga pun harus menguasai kedua ilmu tersebut. “Alangkah ruginya seorang ibu,” ujar Isnaniah Saleh (1989), “menghadapi tugas mendidik sedangkan dia sendiri tidak memahami ilmu mendidik dan ilmu jiwa.” Di samping keteladanan, seorang ibu perlu juga memahami psikologi perkembangan anak.
Bagi sebagian kita mungkin pendapat Rahmah El-Yunusiyyah terkesan berlebihan. Ia pernah mengemukakan, “…kerja-kerja mendidik dan mengajar, mulai dari taman kanak-kanak sampai kepada sebahagian dari mata pelajaran di sekolah-sekolah menengah pertama, semuanya itu haruslah diserahkan kepada kaum wanita.” Rahmah El-Yunusiyyah mendasarkan pada teori pakar pendidikan bahwa tabiat dan pembawaan perempuan lebih ahli dan sabar dalam mendidik dan memasukkan ajaran-ajaran kepada anak sebelum mendekati akil baligh.
Secara akademik, istilah Ibu Pendidik merupakan hak intelektual Rahmah El-Yunusiyyah. Konsep yang dirumuskan Ibu Pendidikan Indonesia hampir seabad silam itu tetap relevan hingga kini. Fakta di lapangan tak sedikit kaum ibu yang belum cakap mengasuh dan mendidik anak. Hal ini salah satunya bisa karena kurangnya ilmu, pemahaman, dan pengetahuan. Rahmah El-Yunusiyyah menghendaki kaum perempuan mempersiapkan diri sebagai Ibu Pendidik.
Seiring terbit dan terbenam matahari, seruan Rahmah El-Yunusiyyah senantiasa menggema, “Kaum wanita adalah dan haruslah menjadi para pendidik yang utama dan yang pertama bagi masyarakat manusia.” Perempuan sebagai Ibu Pendidik menjadikan “perempuan pilar peradaban” dan “perempuan sebagai tiang negara” tak semata slogan, tetapi nyata adanya. Wallahu a’lam. (Hendra Sugiantoro, penulis buku Rahmah El-Yunusiyyah dalam Arus Sejarah Indonesia, penyusun buku Kepada Para Guru: Percikan Pemikiran Rahmah El-Yunusiyyah).