Densus Alap-Alap
May 20, 2017Orang Belanda Pertama Yang Dihukum Mati di Nusantara
May 23, 2017Belanda Pertama Yang Diusir dari Nusantara
Di tahun 1592, Cornelis de Houtman dikirim oleh para pedagang Amsterdam ke Lisbon untuk menemukan sebanyak mungkin informasi mengenai “Kepulauan Rempah-rempah”. Pada saat de Houtman kembali ke Amsterdam, Jan Huygen van Linschoten juga kembali dari India. Para pedagang tersebut kemudian memastikan bahwa Banten merupakan tempat yang paling tepat untuk membeli rempah-rempah. Maka, di tahun 1594 segera didirikan Compagnie van Verre.
Pada tahun 1595, Jan Huygen van Linschoten menulis buku “Itinerario”, yang berisikan tentang potensi perdagangan dengan Nusantara (Oost Indies), dan juga menjadi inspirasi pengiriman Cornellis De Houtman dari Belanda ke Nusantara.
Perjalanan yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini sejak awal sudah dipenuhi berbagai macam persoalan. Akibat kurangnya makanan, penyakit sariawan merebak hanya beberapa minggu setelah pelayaran dimulai. Selain itu, pertengkaran di antara para kapten kapal dan para pedagang menyebabkan beberapa orang terbunuh atau harus dipenjara dalam kapal.
Di Madagaskar, misalnya, dimana direncanakan sebuah perhentian sesaat, muncul pula masalah yang menyebabkan kematian. Akibatnya, selama enam bulan kapal-kapal dibawah pimpinan de Houtman itu mesti bertahan di Madagaskar. Dan di Teluk di Madagaskar tempat mereka berhenti kini dikenal sebagai “Kuburan Belanda”.
Pada 2 April 1595, empat kapal meninggalkan pelabuhan dikota Amsterdam, yaitu Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan Duyfken. Armada ini berada dibawah pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka pertama kalinya tiba di Nusantara dan bersandar di Pelabuhan Banten pada tanggal 22 Juni 1596. De Houtman sempat terkesima ketika melihat adanya koloni (pemukiman) Tionghoa yang memiliki hubungan harmonis dengan penduduk dan penguasa setempat.
Dari catatan mereka diketahui bahwa Kota Banten mempunyai tembok-tembok yang lebarnya lebih dari depa orang dewasa dan terbuat dari bata merah. Diperkirakan luasnya sebesar kota Amsterdam di tahun 1480 M, dan orang dapat melayari seluruh kota Banten melalui banyak sungai (kanal). Setiap kapal asing yang hendak berlabuh di Bandar Banten diharuskan melalui semacam pintu gerbang dan membayar bea masuk. Transaksi perdagangan di pasar ini berjalan mudah karena mata uang dan pertukaran mata uang sudah dikenal.
Akan tetapi, kedatangan de Houtman tidak membawa hasil yang baik. Karena prilakunya, de Houtman dan yang lainnya ditangkap. Setelah membayar uang pembebasan dan juga sejumlah lada yang pantas, mereka pun diusir oleh pemerintah Banten. Mereka digiring keluar dengan tembakan meriam dari benteng kota Banten.
Selanjutnya de Houtman berusaha meneruskan ekspedisi pelayarannya dengan menyusuri sepanjang pantai utara Jawa. Dan, ekspedisi Belanda ini lagi-lagi mendatangkan masalah di Sedayu dan Madura.
Di masa pemerintahan Pangeran Tengah, pada awal Desember 1596, di Arosbaya (Madura) terjadi peristiwa berdarah. Saat itu dua orang utusan Arosbaya tewas oleh Belanda, yaitu Patih Arosbaya yang bernama Kiai Ronggo dan Penghulu Arosbaya yang bernama Pangeran Musarip. Maka beberapa awak kapal Belanda pun ditangkap dan ditahan hingga de Houtman bersedia membayarkan denda untuk melepaskannya. Dari Madura, armada kapal pimpinan De Houtman itu terus melanjutkan pelayarannya ke Bali.
Seorang Guru Besar dari Univeritas Leiden, Bernard H.M. Vlekke, menyimpulkan bahwa orang Belanda yang pertama-tama datang ke Indonesia telah menemui kesulitan besar dalam mengadakan hubungan dengan Raja-raja di Indonesia karena mereka kasar, tidak sopan dan terburu-buru, dan kesalahan terbesar harus dipikulkan kepada Cornelis de Houtman.
Setelah pelayaran selama 2 tahun 4 bulan, dari 249 orang yang ikut dalam perjalanan tersebut hanya 87 orang saja yang hidup kembali ke negeri Belanda, ditambah 2 orang lagi yang ikut kembali setelah pelayaran berikutnya.
Pada ekspedisi pertama ini, 2 orang anak buah Cornelis de Houtman tinggal di pulau Bali dan dijemput kembali pada saat kapal Belanda berikutnya singgah di sana.