![](https://www.matapadi.co/wp-content/uploads/2017/05/Multatuli.jpg)
Aceh dan Belanda, Antara Madu Dibalas Tuba
May 23, 2017![](https://www.matapadi.co/wp-content/uploads/2017/06/M-Natsir.jpg)
Orang-Orang Kalah, Mohammad Natsir
June 3, 2017Islam dan Komunisme di Nusantara
![](https://matapadi.co/wp-content/uploads/2017/05/Semaun-dan-Darsono-686x1024.jpg)
Foto Semaun dan Darsono. Sumber foto: repro dari buku De Communistische Beweging in Nederlandsch-Indie.
Di Hindia Belanda, Marxisme diperkenalkan oleh H.J.F.M Sneevliet melalui ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeneging) tahun 1914. Usai gagal menjalin kerja sama dengan Insulinde, Sneevliet mendekati Semaun. Kebetulan Semaun telah dipindahkan dari Surabaya ke Semarang dan menjadi pimpinan cabang Sarekat Islam (SI) di sana.
Dengan mendompleng Sarekat Islam, Marxisme pun disebarluaskan. Selain itu, Sneevliet juga berusaha memperkenalkan Marxisme di lingkungan militer, Angkatan Darat Kerajaan Belanda. Akibatnya Sneevliet pun diusir dari Hindia Belanda (1920).
Dalam babak perkembangan selanjutnya, nama ISDV diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia, dan pada tanggal 23 Mei 1920, berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1920, PKI juga secara resmi menjadi anggota Komunis Internasional (Komintern).
Sementara itu, awal permusuhan terbuka antara golongan Islam dengan komunis pada tahap awal terjadi ketika PKI mengadakan kongres di Bandung, tanggal 4 Maret 1923. Di mana, dalam kongres itu PKI mengecam habis-habisan SI.
Semaun mengecam bahwa, Sarekat Islam didirikan hanya demi kepentingan pembentukan modal nasional. Sementara Haji Misbach dari Surakarta, bahkan dengan berani mengatakan bahwa orang Islam yang tidak menyetujui ajaran-ajaran komunis bukanlah Muslim sejati. Tampaknya ia hendak menyindir bahwa pemimpin-pemimpin Sarekat Islam kala itu, tidak lain dari menggunakan agama sebagai kedok untuk memperkaya dirinya.
Kecaman ini, di samping terlau sumir dan menyinggung pemimpin-pemimpin SI, juga menunjukkan kurangnya pemahaman Semaun terhadap perkembangan komunis internasional. Diketahui bahwa, sejak tahun 1920, Komitern telah menggariskan dasar perjuangan agar kaum komunis di manapun mengadakan kerja sama dengan kaum borjuis setempat dan berusaha untuk menguasai para pimpinannya.
Lebih dari pada itu, kecaman-kecaman dalam kongres di Bandung malah menjadikan SI (kelak Partai Sarekat Islam Indonesia, PSII) dan PKI sebagai musuh bebuyutan. Namun, permusuhan golongan Islam dengan komunis ini seringkali dipicu dan diawali dengan aksi sepihak yang dilakukan tokoh-tokoh PKI.
Seperti dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Ali Archam, yang mengatakan bahwa, gerakan yang berdasarkan keagamaan tidak dapat hidup karena gerakan itu pada hakikatnya merupakan usaha membentuk kaum kapitalis nasional yang berkaliber kecil. Sementara, terhadap organisasi yang berdasar pada azas pada kebangsaan atau Nasionalisme, dikatakannya bahwa, gerakan seperti itu tidak dapat tumbuh karena gerakannya tidak berdasar ekonomi.
Pernyataan-pernyataan kecaman dan bernada sentimentil seperti ini bisa dipastikan akan menimbulkan reaksi dan sikap balasan. Reaksi ini salah satu di antaranya adalah ketika diadakan kongres PKI tanggal 31 Agustus 1924, yang sedianya akan diadakan di Kota Yogyakarta, akhirnya tidak dapat dijalankan karena aksi balasan dengan kekacauan yang dilakukan oleh pengikut-pengikut BU, SI, dan Muhammadiyah.
Sikap para tokoh PKI terhadap organisasi pergerakan yang lain ini juga semakin menampakkan perbedaan yang jelas antara Komunisme Nasional yang diusung Tan Malaka dengan PKI.
Seperti ketika Semaun dan Darsono masih berada di Rusia, Tan Malaka yang terlibat dalam pemogokan pegawai rumah gadai dikenakan hukuman buang oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Tan Malaka kemudian diminta untuk memilih, antara dibuang ke Kupang atau ke luar negeri. Tan Malaka lebih memilih dibuang ke luar negeri, Rusia.
Tan Malaka, dalam kongres Komintern di Leningrad tahun 1922, menyumbangkan pengalaman pahitnya soal gerakan komunis di Indonesia. Ia mengemukakan:
”… bahwa di Indonesia SI mendapat sambutan baik dari kalangan rakyat. Perjuangan SI bersifat nasional. Kegagalan Partai Komunis di Indonesia disebabkan karena ISDV tidak meletakkan dasar perjuangannya atas nama rakyat. Jika ISDV menghendaki kesuksesan di kemudian hari, dasar perjuangan perlu diubah, disesuaikan dengan kepentingan nasional”.
Namun, pemikiran Tan Malaka ini tidak sama sekali mendapat perhatian, bahkan dianggap menyimpang dari doktrin Komintern. Akan tetapi, pemikirannya itu secara konsisten terus dipegang teguh oleh Tan Malaka, sehingga ia menamai jalan yang dipilihnya sebagai komunis adalah Komunis Nasional.
bahan bacaan: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia; Kemunculan Komunisme Indonesia; Zaman Bergerak, Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Nationalism and Revolution in Indonesia, Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik 1897-1925.
Atau lihat juga selengkapnya di buku Republik dalam Pusaran Elite Sipil dan Militer, Yogyakarta: Matapadi Pressindo, 2019.