ALRI Meredakan Konflik Pakistan dan India
March 9, 2019Loreng Darah Mengalir
March 9, 2019Antara Wilhemus dan Paradoksnya Belanda
Foto ini merupakan foto dokumentasi tentara Belanda ketika Agresi Militer I, dengan menyertakan foto Sukarno dalam Brencarier yang mereka tumpangi, sebuah aksi yang provokatif tetapi juga paradoks. Dulu, ketika Willem van Oranje mengadakan perlawanan, ada sebuah syair yang diciptakan untuknya yang berjudul “Het Wilhelmus”, dan kini dikenal sebagai lagu kebangsaan Belanda.
Willem dikenang sebagai The Founding Father negara Belanda. Tempat di mana Willem meninggal saat ini telah dijadikan museum untuk mengenang jasa-jasanya. Willem diketahui terbunuh oleh Balthazar Gerards di Delft pada 10 Juli 1584, setelah sebelumnya Raja Spanyol, Fhilip II, geram terhadap Willem yang tidak lagi mengakui kekuasaannya.
Belanda sendiri pernah resmi berdiri dengan nama De Republiek van De Zeven Vereenigde Nederlanden pada tahun 1588. Kemudian, baru menjadi monarki sesudah Perang Napoleon, di mana Republik Batavia sebagai client state dari Perancis berhasil dikalahkan. Pada 10 Mei 1932, Wilhemus resmi menjadi lagu kebangsaan Belanda. Di dalam lirik pada lagu 15 stanza yang berisi epos kepahlawanan itu, Willem van Oranje diisyaratkan berada dalam posisi seperti Daud, yang mengalahkan Sahul sang tiran, hingga ia dianugerahi oleh Tuhan tanah Israel.
Lagu ini tentu menjadi ironi apabila dikumandangkan oleh tentara Belanda yang diberangkatkan ke Indonesia pada penghujung Perang Dunia II. Karena, lirik pada lagu Wilhemus, secara turun temurun telah menanamkan cita ke dada pemuda-pemuda Belanda tentang semangat menumpas tirani. Toh, Belanda juga baru saja lepas dari cengkraman Nazi. Di Indonesia, tidak sedikit serdadu Belanda yang membelot dan membela Kemerdekaan Indonesia. Selain itu ada juga para veteran yang kemudian menyesali pernah angkat senjata terhadap perjuangan Indonesia. Seperti Willem yang selalu menjunjung Raja Spanyol (sebelumnya), pembelot-pembelot Belanda juga menjunjung Ratu Belanda. Akan tetapi, sebagai Kristiani, mereka lebih patuh kepada Tuhan, dan sebagaimana Willem, heroisme mereka ditujukan untuk menolak tirani.
Maka, paska Proklamasi 17 Agustus 1945, mereka harus menghadapi kenyataan. Apakah tetap hendak memaksakan triwarna, menyanyikan Wilhemus, memerangi Indonesia, bahkan menembak Sukarno seperti dulu Balthazar yang menembak Willem?