Sri Sultan dan Kepemimpinan (I)
February 28, 2020Kerajaan Belanda: Serigala (Kolonial) Berbulu Domba
March 4, 2020“Barisan Maling” dan Kompi Matosin
Pada masa awal Kemerdekaan dikenal laskar bernama Barisan M (Maling). Dalam perkembangannya kelak, ketika laskar harus diintegrasikan dalam organisasi TNI, gerombolan pencuri ini diwadahi dalam Kompi Matosin.
Matosin adalah salah satu dari sedikit perwira TNI yang berlatar belakang dunia gelap. Buta huruf tapi sangat dihormati dan dipatuhi anak buahnya. Kesatuannya menjadi Kompi Pengawal dalam struktur organisasi Divisi I Jawa Timur.
Matosin, pensiun sebagai anggota TNI dengan pangkat letnan dua, artinya sejak masuk sebagai anggota TNI hingga pensiun pangkatnya tetap sama.
Matosin mempunyai jaringan yang cukup luas terutama di kota Surabaya, sehingga biasa ke luar masuk kota untuk melakukan operasi. Diketahui, Kompi Matosin sangat membantu dalam menyediakan barang-barang yang sulit didapat di daerah kekuasaan Republik, termasuk senjata.
Ady Setiawan (@adysetawan1403), pegiat sejarah dari komunitas Roodebrug Soerabaia, pernah melakukan wawancara dengan salah seorang anggota Kompi Matosin, menuturkan bahwa, kompi tersebut kurang lebih beranggotakan seratus lima puluh orang pasukan.
“Matosin memimpin pasukan dengan jumlah yang lebih banyak dari kompi-kompi saat ini. Meskipun memegang jabatan sebagai pimpinan, menariknya Matosin adalah seorang buta huruf” kata Ady Setiawan.
Kompi Matosin bergerak di wilayah Surabaya Barat, Gresik, hingga Jombang.
“Tugas mereka ialah melakukan infiltrasi dan sabotase di wilayah pendudukan musuh. Tidak hanya menyusup, mereka juga mencuri kina dan bahan bakar, sambil bergerak mundur dan merusak pos-pos serta kendaraan milik musuh”, imbuh Ady Setiawan.
Karena aksi-aksi yang dilakukan, kompi ini kemudian mendapat julukan ‘Kompi Maling’.
Syarif Thayip, mempunyai pengalaman dengan kelompok ini. Sebagai seorang dokter, suatu ketika dirinya sangat membutuhkan peralatan cabut gigi, maka dirinya “pesan” kepada Matosin.
Rupanya sang pencuri tidak begitu paham bentuk alat untuk cabut gigi itu, terbukti setelah berhasil masuk ke dalam rumah sakit, sang pencuri itu merasa kebingungan. Akhirnya, semua peralatan yang mudah dibawa dan tersedia di ruangan rumah sakit diambil.
Demikian pula ketika dibutuhkan ban mobil, sang pencuri kembali dengan tidak hanya ban tapi lengkap dengan peleknya. Lebih dari itu, harus diakui juga bahwa beberapa mobil milik perwira TNI di Jawa Timur merupakan hasil kerja dari kesatuan ini.
Organisasi dengan nama “Barisan Maling” juga ada di daerah Kawi Selatan. Meskipun namanya sama, tetapi organisasi ini tidak ada hubungannya dengan “Barisan Maling” yang kemudian menjelma sebagai Kompi Matosin.
“Barisan Maling” di Kawi Selatan ini dimanfaatkan oleh Brigade XVI untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan, mesin ketik misalnya, dan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kota. “Barisan Maling” kebanyakan beroperasi di dalam Kota Malang.
Sangat disayangkan apabila kisah ini kemudian tidak banyak diketahui. Dari Kompi Matosin, ada pantulan gelap terang revolusi yang musti dilihat kembali.