Diplomat-Diplomat Kancil
February 24, 2021Tentang Buku Serangan Umum
February 26, 2021Limbah dan Pengaburan Sejarah Aceh yang Agung
Jika menengok kembali perjalanan sejarah bangsa Aceh, apa yang menjadi sorotan utama adalah fakta di mana rakyat Aceh menolak untuk terus-terusan berada di bawah kekangan penjajah.
Sepanjang sejarah, belum ada satu bangsa atau kekuatan mana pun yang mampu menundukkan secara total bangsa Aceh. Bahkan di era modern seperti sekarang ini, di mana secara geopolitik wilayah Aceh berada di bawah kekuasaan Indonesia.
Sering kita dengar sebuah pernyataan bahwa, untuk menghancurkan suatu bangsa atau negara, maka cukup menghilangkan atau hancurkan ingatan sejarah generasi mudanya. Lalu, apakah maksud dari pernyataan ini?
Dalam buku Architects of Deception yang ditulis oleh Juri Lina, menyebutkan ada tiga cara untuk melemahkan, menjajah, atau bahkan menghancurkan suatu bangsa. Ketiga cara tersebut antara lain: Pertama, kaburkan sejarahnya. Kedua, menghilangkan atau hancurkan bukti-bukti sejarah bangsa itu sehingga tidak bisa diteliti dan dibuktikan kebenarannya. Dan yang ketiga, putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya dengan mengatakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif.
Jika generasi muda tidak mau mengingat tentang sejarahnya, atau dihancurkan ingatannya tentang sejarah bangsanya, maka dipastikan generasi muda itu akan mudah mengambil kebudayaan bangsa lain tanpa menyerapnya. Sehingga akan timbul pemikiran bahwa leluhurnya memang bodoh dan primitif. Atau bahkan menganggap bahwa leluhurnya tidak memiliki budaya.
Mengutip filsuf George Santayana, yang mengatakan bahwa, negara tanpa ingatan akan sejarahnya adalah negara yang dipenuhi orang gila. Dengan sikap seperti itu, kita kehilangan pengertian mengenai diri kita, jati diri kita, kehilangan sumber kearifan sebagai bangsa, dan kehilangan pedoman dan perspektif.
Lalu, mengapa Pemkot Banda Aceh begitu ngotot agar proyek IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) di Gampong Pande yang merupakan salah satu situs tertua harus dilanjutkan?
Di kawasan Gampong Pande, di kawasan di mana instalasi IPAL ini dibangun, merupakan tapak Kerajaan Kutaraja abad ke-16 yang kini masih menyisakan banyak peninggalan sejarah. Sedikitnya terdapat sembilan batu nisan kuno yang ditemukan saat pengerukan lahan untuk proyek tersebut dilakukan pada 2017 silam.
Kemudian, nisan-nisan ini dipindahkan dan disusun berjajar rapi di kawasan pembangunan proyek IPAL. Batu nisan yang ditemukan itu diperkirakan berasal dari lima makam. Berdasarkan corak dan bentuknya, para arkeolog mengatakan, nisan itu milik makam ulama dan bangsawan pada abad ke-16 hingga 17 Masehi, saat Kerajaan Kutaraja berdiri. Kerajaan inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Banda Aceh.
Arkeolog Aceh, Husaini Ibrahim mengatakan, situs sejarah ini berkaitan erat dengan awal mula Islam di Aceh dan Nusantara. Karena itu, situs tersebut harus diselamatkan.
Pemerintah Aceh khususnya Disbudpar, tidak ada langkah konkret yang dilakukan. Padahal, salah satu tugas Disbudpar adalah mendata serta merawat cagar budaya untuk dilestarikannya. Dan sudah seharusnya kawasan ini menjadi taman ilmu pengetahuan bagi semua yang mencintai perjalanan hidup berdasarkan sejarah.
Dalam pembangunan karakter bangsa. Seharusnya Aceh harus menggali lebih lanjut nilai kesejarahan bangsa di masa lalu. Tidak ada bangsa yang maju tanpa memahami sejarah bangsanya. Amerika Serikat, Cina, dan negara-negara di Eropa misalnya, bisa maju karena rakyatnya menghargai sejarah dan meneladani para pahlawan mereka.
Sejarah sejatinya bukanlah benda mati. Ia adalah bangunan “hidup” yg memiliki banyak pesan bijak untuk disampaikan ke banyak orang, terutama kepada generasi muda. Dan menghargai sejarah itu berarti satu langkah menuju bangsa yang beradab.
Kota Banda Aceh ini, semuanya adalah situs karena kota ini adalah bekas komplek Darud Dunia (Taman Dunia). Lalu, apakah karena semua adalah situs sejarah lalu tidak bisa bangun apa-apa lagi?
Tentu saja bisa, karena ilmu pengetahuan tidak terbatas, di sinilah kita mempertaruhkan diri menguji kecerdasan pimpinan dalam berpikir yang penuh dengan kearifan pada era canggih ini.
“If you don’t know where you come from, you won’t know where you are going. You have to study your history!” (Gil Scott-Heron, rapper pertama AS, 1949-2011).
Tugas generasi muda adalah mengambil tindakan agar jangan sampai hal ini terjadi.
Tugas generasi tua yang sekarang memegang posisi-posisi kepemimpinan adalah menyediakan sumber daya agar sejarah memiliki tempat terhormat dalam kehidupan bangsa.
Semoga laknat bagi mereka yang menjadikan makam pahlawan sebagai tempat pembuangan kotoran manusia.
Catatan: Artikel ini kami ambil dari sosial media twitter dengan akun Atjeh Imperial Archives atau @atjehsultanate. yang menuliskan twit dalam bentuk tread (twet berantai) yang ditayangkan pada 24 Februari 2021. Tread ini diberi label: Proyek IPAL, Pengaburan Sejarah Agung Negara Aceh Darussalam.
Sebagai penguat, kami tambahkan dalam beberapa bagian dengan mengutip pemberitaan lain di media daring terkait situs Gampong Pande. Antara lain dalam kompas.com tanggal 30 Agustus 2017 dengan tautan: