Komando Bersama Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia (ABDA) Bubar!
March 5, 2019Sarekat Islam: Priyai, Komunis, dan Partij Discipline!
March 5, 2019Mencium Kaki Cokroaminoto
Perkenalan Salim yang pertama kali dengan Sarekat Islam sangatlah unik, seperti ia ceritakan :
Saya masuk Sarekat Islam mulai tahun 1915. Permulaan saya berkenalan dengan perhimpunan itu pertama sekali di dalam kalangan bestuur CSI, adalah di dalam jabatan pada politie dan politik. Saya diminta orang (red, pihak polisi) bagi keperluan pemeriksaan berhubungan dengan kabar-kabar angin yang mengandung gugatan bahwa Tjokroaminoto telah menjual Pergerakan Sarekat Islam kepada Jerman dengan hanya seratus lima puluh ribu rupiah yaitu dengan bayaran itu dia menyanggupi akan membangunkan pemberontakan besar di Jawa.
Dari bermula saya yakin akan dua perkara, pertama bahwa kabar angin itu tak ada isinya dan kedua, apabila betu-betul dicoba orang, mesti menjadi bala yang besar di atas negeri dan rakyat. Saya menerima pekerjaan itu …, oleh penyelidik itu Saya menjadi berkenalan betul dengan Sarekat Islam, istimewa dengan pemimpin Tjokroaminoto dan kenal itu menyebabkan pula Saya sampai masuk dalam SI. Sesudah masuk itu, Saya putuskan berhubungan dengan pihak polisi.
Tjokroaminoto gembira menerima pernyataan Agus Salim untuk bergabung ke dalam Sarekat Islam, karena ia mendapat salah seorang yang paling berpendidikan dan paling pandai yang pernah masuk Sarekat Islam. Pada diri Salim terdapat kombinasi antara ketaatan pada pokok-pokok ajaran Islam dengan pandangan yang progresif pada masalah-masalah sosial dan ekonomi, tambahan lagi Salim seorang realis dalam memandang tujuan dan potensi masa depan Bangsa Indonesia.
Apabila mengikuti periodesasi perkembangan Sarekat Islam seperti yang dibuat oleh Deliar Noer, akan diperoleh kesan bahwa pada periode pertama itu, Salim masih diliputi oleh kebimbangan dalam menghadapi perkembangan pesat Sarekat Islam di bawah pimpinan Tjokroaminoto. Walaupun pengakuannya dalam Bandera Islam edisi 2 Mei 1927 menyatakan ia telah memutuskan hubungan dengan pihak polisi (pemerintah) sejak 1915, tetapi secara rahasia Salim masih membuat laporan-laporan tentang kegiatan Sarekat Islam untuk diberikan kepada Pemerintah.
Pada akhirnya, sikap Tjokroaminoto yang sangat terbuka dapat mempengaruhi Salim, meski diketahuinya bahwa Salim datang dan memperkenalkan diri dalam lingkungan Sarekat Islam atas nama Pegawai Pemerintah.
Atas undangan Tjokroaminoto, Salim menghadiri konges Sarekat Islam tahun 1915 di Surabaya. Setelah kongres, Tjokroaminoto pun mengajak Salim untuk menghadiri pelbagai rapat Sarekat islam, baik di kota besar maupun kota kecil. Dari pengamatan langsung itulah Salim berkeyakinan bahwa di dalam tubuh Sarekat Islam itu terkandung suatu potensi yang sangat besar untuk perubahan sosial.
Di dalam Sarekat islam itu juga berkembang suatu anggapan bahwa telah datang Ratu Adil yang selama ini dinanti-nantikan oleh rakyat Jawa untuk membebaskan segala penderitaan. Gejala ini diamati dan dicatat oleh Salim, seperti yang kemudian dijelaskan dalam kuliahnya di Universitas Cornell Amerika Serikat tahun 1953:
I saw a meeting of more than 50.000 people, in field, who were enthusiatis in their reception of Tjokroaminoto. Where he passed, they squatted on the ground and kissed his feet. There is in Java a long standing prophesy that some day will come that the Ratu Adil will arrive, that just Prince and he will rid us of the foreign rule, of unbelievers and the name is Prabu Heru Tjokro. Ratu is King and Tjkro is the name by wich the leader of the Sarekat Islam was know.
Syahdan, di dalam perjalanan pulang setelah menghadiri rapat umum yang diadakan di Situbondo Jawa Timur dan dihadiri sekitar 50.000 massa rakyat itu, Tjokroaminoto bertanya kepada Salim; “Bagaimana pendapat anda tentang perkumpulan Saya, partai Saya?” secara terus terang Salim menjawab dan mengemukakan pendapatnya; “Sungguh mengagumkan, Saya tidak dapat berfikir bagaimana kejadian dalam rapat umum tadi. Akan tetapi saya cemas dan tidak suka pemujaan yang sangat berlebihan itu, karena hal itu merupakan bahaya bagi Sarekat Islam sendiri.
Tjokroaminoto dapat menerima pendapat dan sekaligus kritik dari Salim. Dalam perjalanan pulang itu pula keduanya berjabat tangan dan berjanji akan saling membantu mengembangkan perhimpunan Sarekat Islam.
Sumber: buku “Grand Old Man of the Republic” HAJI AGUS SALIM dan Konflik Politik Dalam Sarekat Islam, Matapadi Pressindo, 2014.