Taman Siswa Adalah Perlawanan
March 22, 2019Amji Atak, dari Pahlawan Menjadi Ksatrian
April 8, 2019Pidato Thamrin dan Pemboikotan Tembakau Deli
Sekitar tahun 1953, Haji Agus Salim yang ditugaskan mewakili Presiden Sukarno menghadiri penobatan Ratu Elisabeth II di Istana Buckingham, Inggris. Kebiasaannya yang klepas-klepus (bahasa Jawa: merokok) ternyata mampu mencairkan ketegangan Pangeran Philip yang tampak gugup dan canggung sebagai pendamping Sang Ratu.
Dengan kretek yang yang dibawanya, Haji Agus Salim menghampiri Sang Pangeran. Pembicaraan di antara keduanya diawali dengan ayunan kretek Haji Agus Salim ke indra penciuman Sang Pangeran. Sambil bertanya, Haji Agus Salim membukanya dengan pertanyaan, “Paduka, adakah paduka mengenali aroma rokok ini?”.
Dengan menghirup ragu-ragu, Sang Pangeran mengaku tak mengenal aroma kretek itu. Haji Agus Salim lantas menjawabnya, “Inilah sebab 300 atau 400 tahun lalu bangsa paduka mengarungi lautan mendatangi negeri saya”. Mendengar jawaban Haji Agus Salim itu, seketika kecanggungan Sang Pangeran itu mulai mencair.
Tembakau, memang hampir sama dengan rempah-rempah yang dihasilkan dari tanah yang begitu diimpikan dan menjanjikan ini, Nusantara. Namun demikian, sebagaimana kopi, tembakau dihasilkan bukan saja di Pulau Jawa melainkan juga Sumatera. Salah satunya yang sudah demikian terkenal adalah Tembakau Deli yang berasal dari Sumatera Utara.
Tembakau Deli diketahui sebagai bahan baku pembuatan cerutu yang banyak diekspor ke Eropa. Ihwal Deli mulai tersohor adalah ketika Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam, menerima nasihat dari seorang saudagar kelahiran Surabaya yang kelak menjadi adik iparnya, Syaid Abdullah Ibnu Umar Bilsagih. Di mana, Sultan Deli kemudian banyak memberikan konsesi tanah kepada para investor Belanda untuk berinvestasi dalam bidang perkebunan, terutama tembakau.
Lambat laun, dalam suatu kebijakan pemerintah kolonial karena depresi ekonomi yang melanda seluruh dunia pasca Perang Dunia I, menimbulkan keadaan yang menekan di bidang sosial dan ekonomi.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan lama yang disebutnya sebagai Koeli Ordonontie. Berdasarkan ordonansi (peraturan) itu, Belanda akan mendatangkan kuli kontrak dari Jawa ke Sumatera Timur.
Namun kebijakan itu kemudian menimbulkan persoalan baru. Kebijakan Koeli Ordonontie yang juga dikenal dengan Poenale Sanctie merupakan kebijakan dengan penerapan sanksi atau hukuman badan bagi buruh yang melanggar. Hal tersebut sebagaimana dalam Koeli Ordonatie yang sudah masuk dalam KUHP Hindia Belanda.
Kebiajakan soal Poenale Sanctie diketahui diberlakukan di beberapa perkebunan, khususnya di Sumatera Timur di mana Tembakau Deli berasal. Setelahnya, terdapat realitas di mana keadaan para kuli itu begitu menyedihkan.
Menghadapi situasi ini, atas nama anggota Fraksi Nasional – fraksi yang dipimpin Thamrin di Dewan Rakyat atau Volksraad – menginisiasi untuk melakukan investigasi dan kunjungan ke Sumatera Timur. Bersama Kusumo Utoyo, Thamrin mengadakan kunjungan ke Sumatera Timur untuk menyelidiki lebih jauh kondisi kerja para buruh di perkebunan-perkebunan itu.
Perjalanan mereka mengandung arti penting, karena dapat langsung bertemu muka dengan para kuli kontrak untuk mengetahui kehidupan mereka yang sebenarnya. Dalam rangka perjalanan kerja itu pula, kedua anggota Fraksi Nasional itu menyebarkan kesadaran kebangsaan di kalangan rakyat Sumatera.
Setelah melakukan perjalanan kerja itu, apa yang dilakukan oleh para pengusaha perkebunan yang sewenang-wenang terhadap buruh dibeberkan Thamrin dalam pidatonya di Volksraad. Pidato Thamrin di Volksraad itu kemudian berdampak di luar negeri. Laporan dalam pidatonya itu kemudian menggerakan kalangan pers di Eropa dan juga dikutip secara luas oleh pers Amerika.
Akibatnya, di Amerika timbul propaganda luas untuk memboikot Tembakau Deli. Bahkan di Amerika Serikat juga kemudian muncul kampanye untuk tidak membeli Tembakau Deli. Menghadapi realitas seperti ini, pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian mengkaji kembali kebijakannya.
Hingga akhirnya Poenale Sanctie itu kemudian diperlunak dan akhirnya dihapuskan sama sekali.
Referensi : buku Grand Old Man of The Republic, Cahaya di Batavia, Enskilpedi Kretek, Koeli Kontrak Tempo Doloe, majalah Intisari dalam Sejarah Perkebunan Tembakau di Deli Serdang.
Foto : buruh di perusahaan perkebunan tembakau “DELI MAATSCHY A”, “Tobacco Dutch Indies 22778 NEW YORK VIA SAN FRANCISCO” sekitar tahun 1920.
Sumber foto: gahetna.nl.