Jalan Simpang “Para Bandit”
March 4, 2020Perang Sunggal, Perjuangan Soal Martabat dan Kedaulatan
March 26, 2020Kisah dari Garis Demarkasi
Oleh : Joe Pradana
Kawasan perbukitan di barat Kota Batu, Jawa Timur, menyimpan sebuah kisah heroik semasa Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Tepatnya di Kecamatan Pujon.
Sebuah tugu penanda garis demarkasi yang dibuat oleh van Mook masih kokoh berdiri. Bangunan ini menjadi penjaga memori tapal batas wilayah Republik Indonesia dengan wilayah yang diduduki Belanda berdasar pada Persetujuan Renville.
Berdasar Persetujuan Renville pula, dibuat garis demarkasi yang memisahkan antara wilayah yang diduduki Belanda dengan wilayah Republik. Garis batas ini juga dikenal dengan Garis Status Quo.
Dengan kata lain, akibat dari Persetujuan Renville ini pula, wilayah Republik Indonesia semakin menyempit. Dan ketika itu hanya terdiri atas sebagian pulau Jawa dan Sumatera saja.
Menjelang Agresi Militer Belanda Kedua, kesibukan persiapan agresi tampak dilakukan oleh tentara Belanda. Mereka juga melakukan provokasi di sekitar perbatasan. Seperti yang terjadi di sekitar garis demarkasi yang terletak di wilayah Pujon, Malang, Jawa Timur.
Pada 7 Desember 1948, tentara Belanda melaksanakan operasi militer di wilayah Pujon. Oleh pihak Republik, mereka dianggap telah melanggar tapal batas wilayah yang telah disepakati. Mendapati hal ini, seorang agen polisi Republik, Katjoeng Permadi, melakukan teguran terhadap ulah tentara Belanda itu.
Namun, teguran itu tak disambut dengan sikap lapang dada. Dengan jumawa pihak tentara Belanda justru berreaksi dengan menembakkan mitraliur ke arah pihak Republik.
Aksi tersebut memancing reaksi besar dari pihak Republik. Pasukan TNI yang menjaga garis Status Quo bersama dengan Letnan Moeljo Soewito, dibantu pasukan Kapten Soemitro melakukan serangan balik. Baku tembak pun tak terelakkan di sekitaran tapal batas kedua wilayah tersebut.
Tentara Belanda yang saat itu kalah jumlah, berhasil dipukul mundur. Meski berhasil merebut beberapa pucuk senjata dan sebuah jip patroli, namun harus ditukar dengan nyawa dua orang prajurit dari pihak Republik. Keduanya adalah agen polisi Katjoeng Permadi dan Kopral Kastawi.
Peristiwa yang terjadi di depan garis demarkasi ini hanyalah satu di antara ratusan peristiwa sepanjang lebih dari lima puluh bulan, semenjak paruh 1945 hingga akhir 1949.
Peristiwa dalam mempertahankan Kemerdekaan dan Kedaulatan Republik, meletus hampir di setiap daerah. Dan, ini bukanlah semacam dongeng pengantar tidur, melainkan nyata adanya.
Kini, tugu penjaga tapal batas Republik ini tinggal sebatas kenangan. Seakan teracuhkan di tengah keramaian. Padahal sepanjang Pantai Utara Jawa hingga ke arah Pantai Selatan Jawa, jejak garis Van Mook masih mudah ditemukan.
Jejak ini masih setia menjadi penjaga memori pada masa agresi.
Semenjak 27 Desember 1949, lebih dari 60 tahun sudah Belanda “menyerahkan kedaulatan” Indonesia.. Bila boleh berandai-andai, masihkah mereka akan berusaha kembali menguasai Republik ini bila tahu bagaimana kondisi bekas jajahannya sekarang?
@pradanajoe @matapadi