Lolos dari Maut Westerling
May 20, 2021Mengelabuhi Jepang, Pembentukan Giyugun di Minangkabau
May 25, 2021Sukarno, Peci, dan Identitas Bangsa
Sukarno sewot. Kawan-kawannya yang tak mau pakai penutup kepala dianggapnya banyak lagak dan kebarat-kebaratan. Bagi Sukarno, penutup kepala adalah identitas. Ia telah lama berpikir menjadikan peci sebagai pilihan. Tak ada waktu lagi, sebelum melanjutkan studi ke Bandung, ia harus berbicara dalam rapat Jong Java.
Namun, Sukarno sedikit tegang. Langkahnya maju mundur. Di luar gedung rapat, ia malah bersembunyi di balik tukang sate. Dengan sinis, di tempat remang-remang penjual sate, ia pandangi kawan-kawannya yang kepalanya dibiarkan terbuka. Hatinya yang panas membunuh keraguan.
Sukarno pun menuju ruang rapat. Kawan-kawannya ternganga. Mungkin juga sinis melihat Sukarno berlagak dengan peci di kepala.
“Demi tercapainya cita-cita kita, para pemimpin politik tidak boleh lupa bahwa mereka berasal dari rakyat, bukan berada di atas rakyat,” Sukarno tiba-tiba bersuara.
Ia menguasai panggung. “Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia,” lanjut Sukarno. Kawan-kawannya terpaksa menyimak.
“Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Tapi, istilahnya berasal dari penjajah kita,” ujar Sukarno.
Kawan-kawannya terdiam. Sukarno berkata, “Dalam bahasa Belanda ‘pet’ berarti kupiah, ‘je’ akhiran untuk menunjukkan ‘kecil’, dan kata itu sebenarnya ‘petje’. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka.”
Sejak saat itu, menurut Sukarno, peci memengaruhi para pejuang kemerdekaan. Di mana-mana, peci selalu dikenakan. Peci telah menjadi identitas kebangsaan. Sampai Indonesia merdeka, Sukarno hanya melepas peci di depan istri. Ketika kepalanya semakin botak, ia berseloroh bahwa peci sebagai alat untuk menutup kepalanya. (Hendra Sugiantoro)
*Artikel ini diambil dari naskah buku Dari Krakatau Sampai Akhir Hidup Sukarno, yang segera terbit.
Foto: Majalah Life 1966.