Sukarno, Peci, dan Identitas Bangsa
May 24, 2021Teungku Fakinah dalam Sunyi Sejarah
June 11, 2021Mengelabuhi Jepang, Pembentukan Giyugun di Minangkabau
Di masa pendudukan Jepang, ulama-ulama di Sumatera Barat tak hanya mengelus-elus jenggot. Mereka juga kerap kebakaran jenggot. Banyak kebijakan Jepang membuat sikap mereka terbelah. Sebut misalnya ketika pemerintahan militer Jepang memaksa mereka membuat fatwa agar Perang Asia Timur Raya diputuskan sebagai perang sabil.
Terang saja jenggot ulama menetes keringat. Membolak-balik kitab sampai ratusan kali, mereka sulit menemukan dalil. Namun, beberapa ulama berpikir cerdik. Bolehlah mereka berfatwa, namun berlainan niat. Perang Asia Timur Raya difatwakan sebagai perang sabil dengan maksud menghancurkan Jepang di Minangkabau!
Maka, ketika Yano Kenzo selaku Residen Jepang di Sumatera Barat pada 1942 mengidekan pembentukan badan pertahanan yang dinamakan Giyugun, ulama seperti Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860-1947) dan Syekh Abbas Abdullah (1883-1957) bukan mendukung semata. Mereka juga memasukkan putra-putranya dalam pelatihan Giyugun.
Dengan dukungan ulama termasyhur, ringanlah tugas Mahmud Yunus (1899-1983) bersama Chatib Sulaiman (1906-1949) dan Ahmad Dt. Simarajo. Mereka yang mewakili golongan ulama, cerdik cendekia, dan adat ini dikenal dengan Tungku Tiga Sejarangan. Dengan pimpinan mereka dalam Giyugun Ko En Kai, perekrutan dan pembinaan seluruh golongan masyarakat dalam Giyugun bukan perkara pening lagi.
Chatib Sulaiman yang paling muda dan trengginas pun mengoordinasikan pendaftaran dan seleksi. Hampir semua tokoh membantu tugas lelaki kelahiran Sumpur itu. Ada Leon Salim, Suska, Rahmah El-Yunusiyyah, Rasuna Said, Ratna Sari, dan sebagainya. Mereka menanamkan pengertian kepada pemuda berusia 25 tahun sampai 30 tahun bahwa Giyugun bertujuan demi perjuangan Indonesia. Membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya hanya berlagak saja.
Di Sumatera Barat diperkirakan 1500-2000 pemuda mengikuti pelatihan Giyugun. Pelatihan dipusatkan di Padang. Dahlan Djambek, Ismail Lengah, Dahlan Ibrahim, dan Syarif Usman merupakan angkatan pertama dalam pelatihan ini. Kelak, saat pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), mereka menempati posisi pimpinan dalam Divisi III Sumatera yang mencakup teritorium Sumatera-Riau dan kepulauannya.
Pelatihan di Padang sempat pula terjadi kejadian memilukan. Alwi Mustafa dalam latihan terkena ledakan senjata dan harus meregang nyawa. Tentu, teman-teman yang selatihan dengannya trauma dan kalut sementara. Yang mengherankan, adik Alwi Mustafa justru termotivasi ikut Giyugun angkatan kedua. Adiknya yang bernama Kemal Mustafa di kemudian hari termasuk pula pimpinan teras tentara nasional di Minangkabau.
Untuk melecutkan semangat pemuda dalam pelatihan Giyugun, Muhammad Junus Kotjek menggubah lagu yang syairnya ditulis Chatib Sulaiman. Lagu diberi judul Giyugun Laskar Rakyat. Berikut refrain lagunya: Giyugun Laskar Rakyat/Laskar tanah air/Bersedia selalu/Dengan darah dan nyawa//Membinasakan musuh/sampai hancur cair/Kemenangan akhir/pasti di pihak kita/
Dalam buku Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Minangkabau 1945-1950 (1978) dijelaskan bahwa para pemuda Giyugun yang selesai dilatih di Padang disusun dalam beberapa kompi, seperti kompi senapan mesin, meriam, mortir, dan lain-lain. Mereka ditempatkan di pantai barat Sumatera sejak dari Muko-Muko sampai Tiku. Mulai 4 Oktober 1944 juga diadakan pelatihan Giyugun di Bukittinggi dan terbentuk delapan kompi. Asrama-asrama didirikan untuk menggembleng para pemuda.
Di asrama Gulai Bancah, pinggir Kota Bukittinggi, tersusun kompi senapan mesin, kompi pengangkutan, dan kompi meriam antitank. Di asrama Baso, 12 kilometer dari Bukittinggi, tersusun satu kompi infanteri dan satu kompi genie. Di Sarik dan Koto Baru masing-masing terdapat satu kompi. Di Belakang Balok, di Kota Bukittinggi, tersusun pasukan penangkis udara. Di Padang Gelanggang dekat Matur, di Petapaian 35 kilometer dari Bukittinggi arah ke Medan, dan di Pangkalan Kota Baru dekat Bangkinang tersusun pula kesatuan kecil untuk tugas pengawalan udara.
Jika setiap kompi (chudan) masing-masing beranggotakan 150-200 prajurit, bisa kita bayangkan berapa jumlah pemuda yang telah mendapatkan pelatihan Giyugun di Sumatera Barat. Belum lagi jumlah laskar Giyugun dari Aceh sampai Lampung. Data jumlah prajurit Giyugun disebutkan berlainan. Ada sejarawan mengatakan 20.000, ada yang mengatakan 30.000. Boleh jadi lebih besar dari itu.
Masa pendudukan Jepang, Sumatera dibagi dalam sembilan keresidenan (syu), yakni Sumatera Timur, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Palembang, Lampung, Bangka, dan Belitung. Berbeda di Jawa dengan Pembela Tanah Air (PETA), Jepang membebaskan setiap keresidenan membentuk pusat pelatihan.
Yano Kenzo selaku residen memang bertanggung jawab mengurusi Giyugun di Sumatera Barat. Akhirnya Jepang malah kebakaran jenggot sendiri terdesak Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Para ulama mengusap keringat di jenggotnya menyaksikan Giyugun bisa didayagunakan bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan. (Hendra Sugiantoro).
Referensi:
- Anthony Reid dalam buku Menuju Sejarah Sumatera: Antara Indonesia dan Dunia (2011).
- Departemen Penerangan dalam buku Republik Indonesia Provinsi Sumatera Tengah (1954.).
- Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Minangkabau 1945-1950 (1978)
- Marwati Joened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam buku Sejarah Nasional Indonesia VI (2008).
- MC. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2009).
- MD. Mansoer, dkk. dalam buku Sedjarah Minangkabau (1970).
- Saafroedin Bahar dalam buku Etnik, Elite dan Integrasi Nasional: Minangkabau 1945-1984 Republik Indonesia 1985-2015 (2018).