Mempertahankan Republik: Doorstot Naar Djokja 1948
July 6, 2021Melawan dengan Pena
July 13, 2021Ulama, Pemantik Api Perlawanan
Ulama, lazimnya selalu dikaitkan dengan mereka yang memiliki kecakapan ilmu, terutama ilmu agama. Secara definisi yang berlaku umum, ulama memiliki pengertian: pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan, baik dari sisi keagamaan maupun dari sisi sosial kemasyarakatan.
Dari definisi di atas, teranglah bahwa ulama tidak hanya berurusan dengan kehidupan spiritual-religius semata, melainkan soal tata kehidupan sosial juga. Dalam konteks yang lebih spesifik bisa dikatakan bahwa, kehidupan sosial harus sejalan dengan kehidupan spiritual. Karena dalam masyarakat tertentu, kehidupan beragama begitu mengakar kuat di mana nilai, norma, dan kaidah dalam agama dijadikan sebagai bagian dari kontrol sosial. Di sinilah para ulama berperan dengan kapasitas keilmuannya.
Dalam Islam, peran ulama memiliki peran yang sentral. Kepadanya diadukan berbagai macam persoalan, dimohonkan nasihat hingga fatwa. Di dalamnya terjadi dialektika, diskursus, dalam membahas berbagai persoalan yang menyangkut maslahat.
Meskipun berbeda dengan para pemegang kekuasaan sosial, namun peran ulama lebih mengakar kuat. Umumnya bahkan memiliki basis massa yang solid dan loyal. Itulah mengapa pada masa kekinian peran ulama akan menjadi “penting” ketika menjelang Pemilu, mendadak dijadikan “teman perjuangan”, tentu demi kepentingan praktis.
Ulama, juga merupakan pewaris tradisi intelektual. Padanya mengakar kuat tradisi literasi yang dijalankan secara turun temurun. Menyambung lidah keilmuan. Tak sedikit karena kecakapan keilmuannya para ulama ini akan menuangkannya pemikirannya dalam bentuk kitab.
Di beberapa daerah, sebelum eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara ada, para ulama juga terlibat aktif dalam berbagai macam perlawanan. Di Sumatera Barat dan Aceh misalnya, posisi dan peran ulama menjadi begitu sentral. Dan dari mereka ini bara perlawanan terhadap kezaliman dipantik dan terjaga.
Darinya, dalil dipercayakan sebagai landasan dan legitimasi tindakan. Fatwa yang bergetar dari lidah dan pemikirannya turut pula menggetarkan semangat perlawanan. Palagan Surabaya, Perang Belanda di Aceh, Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang dan seterusnya, peran ulama memiliki posisi yang menentukan.
Selama kekuasaan kolonial, karena kegiatannya yang dianggap membahayakan, para ulama-bersama tokoh politik lainnya, dijadikan sasaran pemenjaraan. Ditangkap, dikriminalisasi, dan diasingkan. Dipisahkan dari umatnya.
Namun karena nyala api telah dipantik, maka bara terus dinyalakan. Sekalipun sang ulama ditangkap dan dipenjara, bara tak lantas padam. Melawan terhadap berbagai bentuk kezaliman adalah keniscayaan. Karena agama memerintahkan agar melawan segala bentuk kezaliman, sekalipun dalam selemah-lemah iman, hanya dalam doa.
@matapadi