Jiwa Republik Sri Sultan IX
October 5, 2021Ibu Pendidik, Seruan Rahmah El-Yunusiyyah Tak Lekang Zaman
December 24, 2021Seabad Hidup dalam Tiga Perang
Ketika Teungku Fakinah kehilangan suami yang meregang nyawa di Pantai Cermin, usia Abdul Wahab hampir 11 tahun. Namun, seusia itu, ia sudah ikut merasakan suasana jihad. Beberapa keluarganya dengan gagah menghadapi Belanda yang memerangi Aceh sejak 1873.
Lahir pada 1862 di Kampung Keumire, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar, Abdul Wahab atau Pang Wahab atau Pang Hab lebih muda sekitar 8 tahun dari Teuku Umar dan lebih tua sekitar 8 tahun dari Cut Meutia.
Mengacu tanah kelahirannya, Pang Wahab kerap disebut Pang Wahab Keumire. Ia dianugerahi Satya Lencana Perintis Kemerdekaan Nasional pada 17 Agustus 1961. Hal ini unik, sebab tanda kehormatan itu diberikan sebelum ia meninggal dunia.
Dalam usia sekitar 99 tahun, Pang Wahab tak mungkin ke Jakarta. Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia menyerahkannya kepada Kepala Daerah Aceh A. Hasjmy. Mungkin saja Pang Wahab tumbuh kebanggaan setelah A. Hasjmy menyematkan bintang tanda jasa itu di Aceh. Dua tahun setelah itu Pang Wahab menghembuskan napas terakhir di kampungnya dalam usia 101 tahun.
Tidak terlalu banyak catatan mengisahkan Pang Wahab. Namanya tak setenar pahlawan Aceh yang tercatat dalam buku Pahlawan Nasional. Namun, putra Pang Ibrahim itu telah menyaksikan perang dalam tiga zaman.
Mengutip A. Hasjmy, Prof. Dr. M. Dien Madjid merawat Pang Wahab dalam buku Catatan Pinggir Sejarah Aceh: Perdagangan, Diplomasi, dan Perjuangan Rakyat (2013: 313-315).
Diterangkan dalam buku itu, setelah Pang Ibrahim syahid dalam Perang Sabil mempertahankan kedaulatan Aceh, Pang Wahab diasuh oleh Panglima Polem Cut Banta atau Teuku Mahmud Arifin selaku Panglima Sagi/Mukim XXII. Pang Wahab ditempa sebagai prajurit setelah beranjak remaja.
Dalam peperangan, daya juang dan ketangguhan Pang Wahab sebagai prajurit mengundang decak kagum. Ketika Panglima Sagi/Mukim XXII dijabat Teungku Raja Kuala, Pang Wahab diangkat sebagai salah seorang Komandan Bataliyon.
Sebagaimana Khalid bin Walid, kerinduan Pang Wahab agar syahid di medan perang tak kunjung kesampaian. Ia masih bertempur mengusir Belanda menjelang kedatangan Jepang. Tak ada keterangan jelas soal jejak Pang Wahab saat masa pendudukan Jepang.
Prof. Dr. M. Dien Madjid menulis, “Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pang Wahab meleburkan diri dalam Barisan Mujahidin Divisi Teungku Chik Di Tiro, yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureu’eh dan Cekmat Rahmany. Bersama pasukan Mujahidin Divisi Teungku Chik Di Tiro, Pang Hab ikut berperang di Medan Area.”
Ada satu foto Pang Wahab yang bisa kita temukan di dunia digital. Foto itu menunjukkan Pang Wahab telah berwajah tua. Tentu, selagi muda, ia berbadan gagah. Pengalaman perang dalam tiga zaman merupakan anugerah Tuhan bagi hidupnya yang seabad lebih.
Pang Wahab memang tak populer di benak kita. Dengan julukan “Panglima Tiga Zaman”, insya Allah Pang Wahab terhitung syahid sebagaimana Khalid bin Walid, kendati mati di tempat tidur. Wallahu a’lam. (Hendra Sugiantoro)